Wus…….. bukan suara wedus gembel tidak pula desisan angin puting beliung mengamuk. Rasa bahagia penuh menduduki peringkat utama sore gerimis penuh kehangatan semu. Na na na na na na… bukan menyanyi hanya tamparan mata yang membelalak riang. Tak berpikir dua kali jika mulai nya senja akan dimulai dengan kehadiran dia. Wajah berseri seolah penjaga berhasil mendapat pagi. Riak dan wewangian semprotan deras hujan meninggalkan sejuta warna bau. Ya menelusup lembut ke bulu-bulu rongga hidung ku.
Sayap-sayap kecil rumput menghijau memanggil ku mengajak diri berdansa merayakan senja akan tiba. Sudah ku relakan melepaskan janoko ku kali ini. Menyerah saja. Karena aku benar-benar tak bisa agresif… (kata yang selalu diucapkan guru ku agar meninggalkan kesendirian ku). Memencet lampu kuning kecil pertanda Karisma ku akan turn right. Minggirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr………………………………………………..
50 meter ku injak pelan dan oh My GOD. Siapa dia yang berjalan memakai jaket coklat bertopi kan helm. Sepertinya aku mengenal dia. Beberapa pekan yang menjemput ku di terminal Jombor.
Oh, mengapa aku harus bertemu punggung nya. Sang lelaki terakhir ku. Apa ini kah jawaban. Seponggoh punggung tersusut dan lelah menyusur gang kecil. Tangan berpegang asyik bersama keypad mungilnya. Jauh…….susah….. menghilang. Sengaja aku tak mau memandang habis. Punggung yang membuat ku berubah muram. Senyum gadis yang luruh. Keceriaan ku semakin hilang terbawa punggung oh…. Lelaki ku.
Semoga saja esok tak begitu. Senyum ku adalah kekuatan hari-hari indah ku. Kau boleh merebut hidup ku namun jangan untuk senyum ku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H