Moonrise dan moonset yang lembut. Blur yang menambah mata tidak jelas membayangkan apakah saat ini aku hanya bermimpi. Sepertinya alam semakin memanjakan kami berlima. Bersama dua rekan yang belum pernah melakukan pendakian.Semua tidak terduga bisa terjalani. Ringkasan komunikasi yang sempat terputus empat tahun lamanya. Seakan malam pagi itu kembali terulang empat tahun silam.
“sejak kapan kalian terakhir marahan?” tanya mas Pitu.
Aku tahu mas Pitu bertanya pada kami berdua. Aku sengaja diam, meskipun ingin menjawab. Akhir saat masa SMP kelas dua. Persahabatan kami mulai meleleh. Ada unsur lain yang memberi air pada kekentalan komunikasi kami. Ya, sudahlah setidaknya ku masih menghargai dua tapi sepertinya lebih surat yang kami tulis dan balas saat SMP dulu penanda kita jadi sahabat. Biru. Warna kesukaannya. Ya, surat dari kertas berwarna biru masih tersimpan.
Lucu. Jika teringat, usia belasan telah lengser ke usia kepala dua.
Awan hitam masih menyembunyikan cahaya yang diserap dari purnama. Suara gending mulai terdengar menambah kebermaknaan akan komunikasi yang terlihat semakin membaik.
“Kapan ya ka, hehe?” jawab Nu9. Sambil memandang sekeliling yang menawarkan sejuta canda tawa.
“hehe” aku hanya membuang tilas bahwa aku masih ingat kapan kami terakhir marahan.
Tidak berpikir akan bertemu lagi, setelah sekian tahun tidak bertatap muka. Ingin membicarakan masa SMP, mengenang. Tapi rasanya tidak pantas, aku tahu sekarang ada dua sahabat yang sering dia ceritakan padaku.
Aku terus saja duduk diatas gunung yang dengar-dengar sekarang aktif kembali. Halo bulan yang setengah lingkaran aku ikuti. Menanti halo purnama menjadi angka 1, utuh. Purnama segera bergeser dan pertama aku melukis dengan tangan bahwa ada sosok kekelawar. Mereka pun menanggapi dengan guyonan yang semakin membuatku berhalusinasi lebih.
“ itu seperti naga”, kata mas Pitu.
Kami berlima saling berkomentar dan semakin nyeleneh.
Terakhir melukis, aku menemukan sosok nenek yang bersanggul mini berdoa dengan tangan diangkat kearah muka. Purnama berada di mata nenek itu. Alunan musik jatilan yang sepertinya ada seseorang yang menyambarkan pecut dan berbunyi “tar...tar”.Mas Min yang mulai ikut nyeleneh. Dia mendapatkan sosok tokoh wayang yang terbentuk dari empat pohon diseberang kami duduk. Mbah Semar.
Lampu sutet berdisko ria join dengan milyaran mungkin trilyunan lampu-lampu warna –warni dari seluruh areaJogja. Berkedip memandangi dan menggoda mata kami berlima. Bintang-bintang yang mulai tidak malu lagi memamerkan cahayanya. Kilat berwarna merah yang mulai menambah keheningan pagi di pos dua Nglanggeran, gunung Purba.
Benar kata mas Cakil, alam terbuka memang sungguh mengasyikkan.
Keheningan saat akhir pekan memang bermakna. Keheningan bersama sang alam bebas. Suguhhan alami yang selalu tergores di benak dan rasa kembali berasa serta mewarna. Bersama alam terbuka memberiku jalan melangkah. Luas dan berasa.
“Aku ingin kencan dengan alam”, ketusku.
“Kencan itu sendirian, kencan kok rame-rame”, kata mas Pitu sambil berpikir besok pagi rokoknya tersisa hanya satu batang saja.
Mbatin. Aku akan kencan dengan alam, saat kalian semua tertidur. Ku serap seluruh energi yang ada dan yang ku pandangi. Tidak sepi tapi hening. Tiba-tiba mas Pitu sudah bersiap tidur. Belum satu jam memejamkan matanya, suara gemelutuk terdengar seperti yang ku ceriatakan dengan Nu9. “Itu suaranya kalau dia tidur”, kataku pada Nu9 yang ku tahu dia tidak bisa tidur. “ Hehe iya aku dengar suara itu” jawab Nu9.
Semakin berlari meninggalkan malam, menuju halte pagi hari. Bintang-bintang berhamburan bermunculan menyajikan dansa cahaya. Fajar. Sang Timur segera terbit.
“Kok cepat sekali ya sudah mau sampai Kost” Nu9 bicara.
Mbatin. I’m certain, you enjoyed it.
Kepada Alam bebas, kebuntuan masalah terbukakan, and i got solutions. Alam selalu mendukung.
[caption id="attachment_76254" align="alignleft" width="448" caption="Smiling int he morning (Dok.pri)"][/caption]
[caption id="attachment_76256" align="alignleft" width="448" caption="Sang Timur (Dok.pri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H