Mohon tunggu...
Ika Maria- (Pariyem)
Ika Maria- (Pariyem) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Melesat dari kenyamanan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Singgah Memberi

26 Oktober 2010   05:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:05 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ring…..ring…ringpertanda alarm sudah pagi.

Telinga yang disumbat dengan lingkaran kecil berkabel. Mendengarkan berita dari RRI Jogja, bahwa 21.42 WIB telah terjadi gempa 7, 2 SR berkedalaman 10 km di kepuluan Mentawai dan getarannya sampai di kota Jambi. Disusul berita banjir sedang jatuh cinta pada ibu kota Negara . Merapi yang berstatus “awas”, kemungkinan erupsi akan mengalir ke arah selatan. Namun, bisa jadi erupsi vertical bisa berubah jalur selatan belok kanan ataukah belok kiri.

Serangkaian berita yang terdengar dari stasiun radio di Jogja. Kemudian pikiran melayang-layang, RRI mantap juga setelah lama tidak mendengar berita lewat radio. Kesempatan ini tidak akan membahas radio atau media komunikasi. Radio sudah memberikan berita untuk penutup hari tanggal 26 Oktober 2010. Saudara-saudaraku semoga negeri ini baik-baik saja nadinya, walaupun tubuh sudah mulai rusak.

**

Alarm handphone sudah menginspirasi otakku yang belum bekerja maksimal pagi ini. Tiba-tiba ingat hari ini kuliah yang diampu oleh pak Agung Wijaya. Sosok yang mungil, ceria, disiplin, simple, bersuara lantang, ganteng, cerdas, dan berasal satu provinsi dengan ku. Semangat. Beliau tidak membuat perkulihan menjadi bosan dan mengantuk bak perkuliahan filsafat IPA.

Mangkal dulu di kamar mandi. Hati yang gembira sungguh membuat motorku nyaman dikendarai. Tiba di kampus selama 15 menit perjalanan. Belum datang beliau. Tapi, ada dosen yang aneh masuk ke kelas. Melihatnya saja sudah malas. Semoga saja dosen itu salah masuk. “sebelum mulai perkuliahan mari kita berdoa dulu” kata-kata awal yang terlontar dari bibir hitam dan sepertinya kering.

Ha, beneran. Untung saja aku membawa novel, jadi ada kegiatan sampingan. Sosok yang tidak jelas dan bukannya mengerti malah diputer-puter menjadi binggung. Aku nikmati saja baris-baris kata Paulo C. Ah, pak Agung yang membuat otakku berpikir saat perkuliahan pergi, untuk menunaikan tugas di Jakarta selama tiga bulan.

Kehilangan sosok yang menggugah otak untuk terus berpikir memikirkan pendidikan negeri ini. Semangat pudar ketika perkuliahan itu. Ternyata benar semua yang datang pasti akan pergi. Tidak ada yang abadi. Beliau sudah meninggalkan hal yang baik walau hanya empat kali pertemuan. Semua yang didunia hanya datang dan pergi. Untung saja sang Penciptaku tak henti-hentinya mengalirkan semangat setiap hari. Bersiaplah setiap hari karena akan ada tamu yang datang, singgah dan pergi. SO DON’T BE SAD!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun