Saya perempuan, saya keturunan cina, saya Kristen dan saya pendeta. Kurang minoritas apa lagi coba?
Dalam pemilu ini saya mau ikut urun suara, meski belum tentu didengar. Tapi saya tetap lebih memilih bicara daripada diam. Kaum seperti saya ini ada dalam posisi yang sulit dalam pemilu ini. Sebagai pendeta, saya juga membaca, mendengar dan diarahkan untuk memilih salah satu capres yang katanya akan membela agama Kristen, membuka GKI Yasmin dan lain-lain. Kalau saya sepaham dengan ini, maka saya kembali dibuat bingung dengan beberapa teman muslim saya yang justru mengatakan capres yang sama ini juga akan membela islam karena Jokowi tidak amanah dll. Pada akhirnya saya menyaksikan sendiri bagaimana teman saya sesama muslim jadi berbeda pandangan bahkan main unfriend sampai unfollow. Di kalangan Kristen juga sama, perang komentar menjadi makanan sehari-hari. Pertanyaan saya simple saja, dimana kita meletakkan Tuhan? Allah?
Saya bicara dari sisi Kristen karena ini yang saya pahami, walau saya yakin saya akan dikecam oleh mereka yang Kristen fanatik. Menurut saya kita tidak boleh mengkristenkan Indonesia karena memang Negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika. Tugas kita sebagai umat Kristen hanyalah menjadi terang dan garam, dengan tidak saling membenci namun menolong dengan tulus. Kalau kita jujur, berapa banyak yang pindah agama tetapi tanpa ketulusan? Tuhan kita tahu apa yang harus dilakukan dengan seluruh umat manusia, bahkan dengan seluruh alam ini. Tugas kita sebagai umat Kristen dan pendeta, adalah berdoa bagi kesejahteraan bangsa dan membina umat agar hidup dalam ajaran dan kedamaian. Jangan remehkan Tuhan dengan upaya kita sendiri!!!
Bicara soal pemilu, tanpa pemilu saja Kristen dan muslim sudah saling bergesekan karena adu domba para petinggi agamanya yang secara sadar atau tidak ditunggangi berbagai kepentingan. Keadaan bertambah parah saat ini, karena kaum Kristen terbagi menjadi dua kubu, demikian juga umat muslim. Kalau adu domba sudah terjadi di dalam umat Kristen, maka otomatis gerejapun terpecah bahkan keluarga pun jadi ikut menderita. Bagaimana kita bicara menyelamatkan bangsa Indonesia, kalau dalam tubuh umat Kristen dan gereja saja terpecah? Inilah mengapa saya tidak memilih capres no 1, karena politik mereka memecah umat lintas agama bahkan dalam agama. Rakyat dan umat terpecah demi kekuasaan!
Kesimpulannya, saya memilih Jokowi-JK bukan karena mereka Pro-Yahudi atau Jokowi keturunan Tiongkok, karena faktanya yang berkeluarga besar Kristen adalah capres no. 1 dan saya tidak masalah dengan pak JK yang merupakan Ketua Dewan Masjid Indonesia. Alasan saya adalah capres no. 2 punya karya di masa lalu, sudah berbuat untuk masa kini dan berpotensi untuk masa depan.
Saya pribadi mengalami kekelaman peristiwa 98, tetapi saya tidak mau membahas itu karena saya sudah mengampuni. Tapi maaf, saya harus memilih no. 2 untuk Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.
Melbourne, 3 Juli 2014
Salam 2 Jari!
Debbie Esther Wibowo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI