Banyak dari kita menginginkan sebuah perubahan besar, perubahan kolosal dengan mimpi Indonesia Raya dengan puspa ragam kekayaan alam dan muka indah berseri-seri merona tanda kemakmuran rakyatnya, tapi kita lupa atau malas untuk mikir bahwa ibarat perubahan adalah sebuah langkah besar, mesti dirajut melalui rangkaian dan himpunan dari langkah-langkah kecil yang terkonsolidasikan.
Demikian pula halnya membayangkan perubahan di bumi Indonesia, kerapkali mata kita tertuju pada bayangan perubahan besar ditingkat negara dan kepemimpinan nasional. Sementara kita lupa bahwa membayangkan perubahan seluas Indonesia dalam era desentralisasi juga harus pula melihat perubahan ditingkat mikro seperti kota dan daerah. Baiklah mungkin banyak diantara kita berseru, siapa bilang? kita juga perduli dengan perubahan ditingkat daerah. Kita perduli dengan munculnya Risma (Tri Rismaharini) ErKa (Ridwan Kamil) dan Ahok (Basuki Tjahja Purnama).
Calm down brather...relax yang kita sebut itu lagi-lagi nama pemimpin di Jawa, padahal kita tahu bahwa selama ini negeri kita dan leluhur kita dijajah, diperas dan diperkuda oleh kaum kolonial dan diteruskan oleh antek-antek nekolim sampai sekarang dengan doktrin pengetahuan yang dicekokkan di kepala kita Indonesia adalah Jawa! Pemahaman sentralisme negara yang selama ini berseliweran dikepala kita dibangun salah satunya oleh konsep Jawa adalah kunci, dari ide itu maka negara dalam bangunan lingkaran konsentris terhubung melalui konsep negara totalistik, Negara Indonesia dengan Jawa sebagai pusat. Mampus nggak tuh kita semua?
Kita-kita ini yang selama ini hanya melihat Jawa sebagai kunci sadar nggak bahwa dengan segala dinamikanya secara teritorial Jawa itu dipedalaman, jauh dari mana-mana. Dimana konstruksi kesadaran tata ruang kolonial dari kaum Blandis yang selama ini membuat kita inward looking, udik dan gak gaul! Coba kalau kita buka persepsi kita lebih luas dan mulai melirik kota-kota diluar Jawa yang merupakan taman sari terdepan dari Republik kita di seperti Banda Aceh atau lebih jauh lagi Sabang, Batam, Medan, Pekanbaru. Disana adalah wilayah terdepan kita berinteraksi langsung dengan negeri-negeri jiran seperti Malaysia, Thailand, Vietnam negeri-negeri Asia Tenggara seputar Selat Malaka.
Kita masuk ke Kalimantan, wilayah-wilayah disana seperti Palangkaraya, Balikpapan, Banjarmasin, Pontianak dan pulau-pulau yang bertebaran disekitar itu. Kalau kita sadar dan insyaf, dari pemahaman kita akan wilayah itu, maka kita dapat memikirkan hubungan kita dengan negeri-negeri seperti Malaysia, Brunai dan sekitarnya. Kita buka lebih luas lagi kesadaran kita ke wilayah Indonesia Timur, melihat Sulawesi, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua. Melirik ke Indonesia Timur kita akan berjumpa dengan negara-negara Pasifik dan Australia. Diatas Sulawesi ada Laut China Selatan yang disekitarnya kita dapat berhubungan dengan negeri-negeri besar seperti China, Philipina sampai ke Korea dan Jepang Pernah nggak kita mikir bahwa mereka adalah ujung tombak kita yang seharusnya kita soroti untuk membawa Indonesia mulia, Indonesia Merdeka!Â
Okay ini sebetulnya berangkat dari cara berpikir sederhana, berangkat dari pelajaran Geografi kita saat SD dan dari situ kita berpikir tentang strategis kawasan. Setelah selesai dari kesadaran Indonesia sebagai negeri beribu kepulauan dan lautan yang menghubungkannya, kita bisa masuk ke wawasan tentang kepemimpinan di era desentralisasi yang punya kapasitas di era globalisasi. Sudahlah stop dulu bicara soal pertarungan elite nasional di sekitar istana. Itu politik sinetron, panggung teater. Masih mau lihat Indonesia makmur sejahtera? Mari melihat wawasan lebih luas dan terbuka dengan kesadaran bahwa mikro adalah penting kalau mau bicara makro!
Satu pertanyaan kecil saja nggak usah jauh-jauh. Kita bicara tentang Kota Makassar, negeri angin mamiri! Kota yang menjadi strategis kunci dari Sulawesi kalau kita mau membayangkan Indonesia memiliki hubungan dinamis dengan negeri-negeri Asia seperti China, Jepang, Korea dan Filipina. Tahu nggak bahwa di Kota Makassar ada walikota yang nama panggilannya Danny Pomanto (Ir H Moh. Ramdhan Pomanto). Orang ini unik dan menarik, kalau lihat karakternya, kita optimis akan munculnya figur-figur pemimpin nasional kelak bukan hanya berasal dari Jawa.
Danny adalah pemimpin cerdas, berkarakter, berprestasi tapi juga low profile. Dalam kepemimpinannya, Makassar menjadi kota penyelenggara ASEAN Mayor Forum (Pertemuan Walikota Se-ASEAN) (AMF), bayangkan kita bisa membangun social network yang dahsyat kalau kita sadar hal ini, dan wawasannya tidak hanya terbatas di Jawa, tapi meluas sampai negeri-negeri besar di luar.
Di bawah kepemimpinan Danny, Makasar beranjak berubah menjadi kota kebanggaan Indonesia saat ini. Bukan lagi pintu masuk bagi Indonesia Timur, tapi gerbang emas kebangkitan Indonesia. Dalam bulan yang sama yakni November 2015 Makassar dibawahnya mendapat dua penghargaan yakni Adipura Metro dan Kota Sehat. Saya nggak mau promosi dia sih, tapi ini saya tampilkan hanya untuk membuat wawasan kita semakin luas, jangan hanya Jawa yang menjadi perhatian kita, karena kepemimpinan diluar Jawa adalah kunci!
Â
Ngopi dulu yuk!