Rembang, 15 Mei 2018
Masuk bulan ramadhan banyak hal istimewa yang perlu kita renungkan untuk menindaklanjuti komitmen memajukan bangsa Indonesia kedepan. Ramadhan bagi sebagian bangsa Indonesia, utamanya umat Islam merupakan momentum luar biasa.
Seperti kita pahami, manusia memiliki dua kepribadian dasar yakni makluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial lewat pengamalan nilai-nilai Ramadhan diharapkan sebagai manusia bisa merasakan kehidupan para saudara-saudarinya. Belajar dari makna-makna nilai Ramadhan inilah, Akademi Komunitas Semen Indonesia dan STIE YPPI menggelar kegiatan bareng, berupa safari edukasi menyambut bulan Ramadhan pada selasa 15 Mei 2018.
Safari edukasi menyambut ramadhan kali pertama dilakukan dengan rangkaian kegiatan lumayan unik yaitu diawali Tahlil kebangsaan di makan Pahlawan Nasional Ibu RA. Kartini kemudian dilanjutkan seminar pendidikan vokasi dengan tema "Membangun Nilai-Nilai Pendidikan Vokasi Demi Memajukan Peradaban Bangsa". Sebagai nara sumber kali ini, Dr. Gatot Kustyadji dan Dr. Habib Bahari keduanya akademisi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI).
Bukti lain RA. Kartini layak disebut sebagai pencetus pendidikan vokasi, dia pernah menawarkan gagasan pendidikan cara memasak kepada pemerintah Belanda lewat Mr. Abendanon. Tawaran pendidikan memasak di tengarai sebagai tindaklanjut arahan dari pemerintah saat itu agar masyarakat melakukan praktek hidup hemat.
Menangkap arahan tersebut, Kartini mengatakan mustahil mampu dilaksanakan saat para istri tidak memiliki kompetensi untuk melanjutkan sebab terbatasnya skill atau kemampuan praktek. Sebab kejanggalan ini, RA. Kartini berkirim korespondensi kepada Mr. Abendanon yang isinya, agar masyarakat bisa melakukan hidup hemat, pemerintah Belanda harus menyediakan sekolah jurusan memasak untuk calon ibu rumah tangga.
Selain hal itu juga pemerintah Belanda agar bisa mendirikan sekolah guru, dengan tujuan agar wanita saat dewasa atau sesudah menikah bisa secara leluasa mengajari anak-anaknya menjadi pribadi pintar dan cerdas. Jika kedua hal ini bisa dilakukan, bukan sesutu yang mustahil kemiskinan dan kekurangan yang melanda hindia Belanda dengan mudah bisa teratasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H