Kesempatan Melanjutkan Sekolah
Esok hari beberapa anak remaja melewati halaman kediaman Keti. Dengan seragam merah putih, biru putih laki-laki dan perempuan. Mengenakan dasi, topi menggendong tas ransel. Semua anak berpakaian sangat rapi.Â
Keti ingin seperti mereka berharap bisa sekolah lagi. Sebab ia hanya berada di rumah saja membantu sang ibu memasukkan botol bekas ke dalam karung goni. Juga tengah merapikan dus-dus kotor yang baru dipungut ibunya dari dalam tong sampah.
Ia selalu bermimpi melanjutkan sekolah menengah pertama. Saat Suketi meminta kepada sang Ibu. Dengan sekolah menggunakan seragam baru, memakai sepatu baru, tas baru dan bisa mempunyai banyak teman. Mendengar keinginannya jawabanya bisa tampak jelas dari bola mata sang ibu yang berkaca-kaca.
Ibu pernah sekali berujar kepadanya, "Masih untung bisa makan setiap hari, Keti." Ia mematung mendengar ucapan sang Ibu.
"Sekolah itu butuh uang banyak, buat beli buku, baju sekolah, alat tulis, bayar SPP, pendaftaran pertama masuk sekolah, belum yang lainnya," imbuhnya.
Mungkin hanya anak yang beruntung yang lahir dari keluarga kaya dapat Sekolah tinggi. Orang miskin sepertinya mana mungkin bisa bermimpi. Keinginan itu pun Keti pendam sendiri dari lubuk hati.Â
Sang Ibu tak mungkin bisa mengabulkan itu semua. Sekolah itu membuang banyak duit sedangkan sang ibu menyuruhnya bekerja keras agar dapat duit banyak bukan sebaliknya.
Setelah kejadian itu Keti memilih diam dan tak lagi membujuk Ibunya untuk mewujudkan permintaan. Keti tak ingin berdebat dengan sang ibu. Jika Ibunya marah, sang ibu akan mengurungnya ke dalam kamar. Sang ibu akan lama membukanya meskipun Keti sudah menangis, suara tangisnya tak digubris. Setelah 24 jam kiranya pintu kamar Suketi baru akan dibukakan.
Keti lebih tahu keadaan sang Ibu, beliau tidak akan mampu menyekolahkannya seperti anak-anak lain yang biasa lewat di halaman rumah. Mak Yah lebih mengutamakan untuk membeli beras. Karena yang terpenting kebutuhan sehari-hari tercukupi.Â