Prolog
....
"Kapan terakhir kau tersenyum, Ket?"
Sebuah tanya dari sahabat yang tidak sempat ia beri jawaban. Gadis itu tak pernah yakin dengan senyuman semu. Sekali saja itu benar-benar terjadi, selanjutnya hanya menutupi kesedihan. Kesedihan yang berkali-kali menyiram dalam lubuk hatinya.
Ketty berpaling melangkah menuju ruang kelas menghindarinya. Dia terus mengekor lalu menarik lengan tangan.
"Lebih baik kita ke kantin."
"Aku bawa cemilan dari rumah. Kamu ke kantin sendirian saja."Â
Berulang kali Ketty menolak ajakannya, dia tetap menarik paksa hingga langkah ini berhenti di Kantin Sekolah. Mereka menjadi pusat perhatian.
Gadis itu merasa canggung ke kantin bersama Deva. Setiap hari bersama Mila untuk makan di bangku yang sama. Mila teman perempuan yang peduli dengan Ketty. Mereka berdua menjadi pusat perhatian.
"Tidak usah dipedulikan. Makanlah selagi gorengannya masih hangat. Anggap saja hanya ada kita di sini."
Deva sahabatnya terkenal cuek pada perempuan lain namun dengan Ketty, dia sangat respek. Deva kapten basket di Sekolah Bakti Luhur sedangkan Ketty cuma perempuan pendiam yang tidak memiliki status jabatan seperti murid yang lain.
Pertemuan pertama kali mereka ketika berada di dalam sebuah Perpustakaan. Pria berkulit sawo matang dengan badan tegap selain hobi berolahraga dia juga suka membaca.Â
Ketty masih terngiang dengan ucapannya,
"Ket, kau tak perlu sembunyi di sini. Tak perlu minder dengan yang lainnya."
Deva begitu peduli padanya. Ketty sempat putus asa, menyendiri caranya untuk menghindar. Menurut Deva ia adalah gadis minder yang tak pandai bergaul tapi ia berusaha menyakinkan padanya.
"Kamu itu smart, jika kamu percaya dengan kemampuanmu. Aku akui namamu memang lucu, eh..maksudku namamu itu spesial jadi tak perlu malu."
Ketty tertawa mengingat kejadian itu.
Deva ternganga, "ada yang lucu?"
Ketty menggelengkan kepala. Nyaris saja dianggap gila oleh teman yang lain. Dengan Deva sahabatnya Ketty merasa nyaman.
"Dev, apa tawaku tadi terlalu keras?"
"Ya, memangnya kau menertawakan apa?" dia balik bertanya aku sedikit gugup untuk mengatakannya.
"Tidak apa-apa, Dev. Hei.., kulitmu makin hitam, aku sampai membayangkan kau seperti cokelat yang ingin ku makan. Haha.."
Deva mengulum senyumnya. Salah tingkah, Ketty ikut tertawa terbahak-bahak seperti orang yang baru saja sadar. Cuma Deva yang mampu membuat dirinya tersenyum.
Dengan mengusap ujung rambut Ketty yang berantakan. Ketty segera berdiri lalu melahap tanpa sisa jatah gorengan milik sahabatnya.
"Ket, kau makin gendut."
"Bodo amat, we_" Ketty menjulurkan lidah berlari meninggalkan Deva.
Wajahnya mematung menatap piring yang kosong dan sebelum pergi membayar makanan tadi terlebih dahulu.Â
"Dasar, Keti! Kau memang sangat menggemaskan."
***
Pemalang, 18 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H