Tuhan telah 'Binasa', atau Tuhan telah di 'Binasa' kan. Satu kalimat yang tentu sangat menggelitik telinga kita semua. Bahkan tentu telinga kita akan dibuat 'panas' dan risih ketika mendengar kalimat tersebut. Ini mungkin karena telinga kita hanya terbiasa memaknai setiap asupan kata per kata yang masuk dengan pemaknaan yang bersifat konvensional semata.
Masih tentang kalimat di atas, yang juga membuat telinga penulis merasa sedikit tergelitik ketika mendengarnya. Akan tetapi, dalam hal ini penulis mencoba melihat dan memaknai kalimat tersebut dari sudut pandang yang sedikit lebih arif dan (semoga) bijaksana. Karena pada dasarnya ada hal yang harus kita pahami, bahwa setiap manusia punya kebebasan berpikir dan berpendapat atas suatu pemikiran yang tentu harus bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, sekali lagi penulis juga mencoba mengajak para pembaca yang memiliki paradigma berpikir yang merdeka untuk sejenak merenung akan kalimat tersebut.
Tuhan 'Membusuk', mungkin itu salah satu contoh tema suatu acara orientasi (perkenalan) terhadap anak didik (mahasiswa) yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga pendidikan (kampus) ternama di Surabaya. Bahkan karena tema tersebut, sehingga dalam beberapa waktu terakhir sempat membuat (sebagian) warga kota Surabaya gempar. Hal ini pun sampai berujung pada pelaporan kepada aparat penegak hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan perwakilan dari semacam LSM atau organisasi kemasyarakatan. Tentu tak lain adalah panitia penyelenggara yang menjadi terlapor atas insiden penggunaan tema yang dianggap membawa pesan kesesatan tersebut.
Pada awalnya penulis juga heran. Apa yang salah dengan penggunaan kalimat tersebut? Lalu kemudian juga berpikir sejenak, benarkah panitia penyelenggara yang notabene berada pada lingkungan pendidikan Islam ternama di Surabaya, lantas dengan ceroboh menggunakan istilah atau penamaan tema yang tanpa kajian/pertimbangan sebelumnya? Sekali lagi, penulis berkeyakinan bahwa ini juga menjadi salah satu faktor yang harus diperhitungkan sebelum kita menjudge pihak-pihak tertentu dengan predikat sesat. Karena kalau kita hanya memberikan label sesat terhadap seseorang atau kelompok berdasar penilaian yang bersifat jasadiyah, tentu ini akan menjadi tindakan yang salah kaprah. Sekalipun tidak pernah dibenarkan atas dasar apapun kita menjudge seseorang atau kelompok lain dengan predikat sesat. Atas dasar apapun.
Sedikit mencoba memberikan gambaran atas kasus di atas. Bahwa masih banyak dari masyarakat kita yang tanpa mau menggali makna yang lebih dalam atas suatu pendapat seseorang, lantas dengan mudah dan seakan tanpa dosa lalu menuduh orang dengan alasan yang bermacam-macam, yang sebenarnya malah tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang sedang dipertentangkan. Tapi, lagi-lagi penulis di sini hanya berdiri sebagai pihak yang hanya bisa tersenyum melihat fenomena perdebatan yang tak ada kunjung habisnya tersebut. Inilah realita yang tumbuh di masyarakat kita yang relatif masih awam ketika harus dipersandingkan dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan keyakinannya masing-masing. Ya, pasti karena masing-masing dari mereka juga punya pendapat yang juga ingin dihormati dan dihargai, atau bahkan juga harus didengarkan.
Lalu apa sebenarnya kaitan antara penulis dengan contoh kasus di atas? Atau mungkin kaitan penulis ketika menuangkan tulisan dengan judul Tuhan telah 'Binasa' dengan kasus yang sempat menghebohkan (sebagian) warga Surabaya seperti yang telah sedikit diulas di atas? Jawabannya mungkin tidak ada kaitannya sama sekali. Ya, memang tidak ada kaitannya. Hanya saja, mungkin penulis lewat coretan ini ingin memberikan satu contoh yang (semoga) bisa mewakili maksud dari apa yang diperdebatkan berbagai pihak tersebut.
Sebenarnya banyak contoh yang bisa disajikan guna mewakili maksud dari kalimat-kalimat abstrak tersebut. Contoh sederhana tapi bisa membawa pesan dari rangkaian kata yang berujung perdebatan karena perbedaan penafsiran. Misalkan, ketika suatu hari penulis melewati sebuah jalanan kota Surabaya menggunakan kendaraan bermotor (sepeda motor). Tanpa sengaja dan dengan tiba-tiba, dari arah belakang penulis muncul kendaraan sejenis, lengkap dengan kotak box di belakangnya bertuliskan "PHD, 30 Menit Pasti Sampai". Seingat penulis, ini adalah kendaraan operasional yang dipergunakan untuk mengantar pesanan makanan cepat saji berbahan dasar roti dicampur dengan aneka ragam pernak pernik seperti sosis, daging dan lain-lain.
Kalau sejenak kita perhatikan dari lafal kalimat tersebut, jelas tulisan atau slogan ini bermakna keyakinan akan durasi waktu yang bersifat pasti. Maksudnya, bahwa pihak pemilik atau pengelola berkeyakinan penuh di kisaran waktu tersebut, makanan yang dipesan oleh pemesan akan sampai di tempat pemesan tidak melebihi dari waktu yang telah disampaikan sesuai maksud dari slogan tersebut. Secara tidak langsung, penulis merasa ingin tertawa lebar setelah membaca slogan tersebut. Bukan karena alasan apapun, kecuali karena penulis merasa bahwa ini adalah contoh tulisan yang disadari atau tidak telah mengajak kita untuk tidak percaya akan campur tangan Tuhan atas setiap apa yang kita lakukan sehari-hari.
Tuhan telah di 'Binasa' kan oleh pemikiran-pemikiran yang kerdil atau bahkan dangkal. Mungkin ini hanya salah satu contoh yang bisa penulis sajikan kepada para pembaca. Walau sesungguhnya masih banyak di luar sana bentuk pengkerdilan seorang makhluk (manusia) terhadap Tuhannya, baik dari sisi pola pikir maupun yang berupa perilaku seutuhnya. Oleh karena itu, sebelum kita terlalu sering menunjuk batang hidung orang lain, terlebih dahulu mari kita berdiri di depan cermin. Maka, pada saat itu pula pasti kita akan tersadar, tatkala kita menunjuk batang hidung orang lain, sesungguhnya ada empat jari yang pada posisi melengkung sedang menunjuk batang hidung kita sendiri, bahkan jidat kita.
#HadiAhmad
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI