Mohon tunggu...
Akroem Semplo
Akroem Semplo Mohon Tunggu... Buruh - Akrom Semplo, seorang pemuda yang lapar

Kelahiran Tegal, Jawa Tengah pada tahun 99 aku sayang, terbelenggu

Selanjutnya

Tutup

Book

Beberapa Perkara Menarik Dalam Novel "Arok-Dedes" Karya Pramoedya Ananta Toer

1 Juli 2024   09:56 Diperbarui: 1 Juli 2024   10:27 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Maka masuk akal ketika pada masa perang, ia sampai bisa mengetahui hal tersembunyi dari musuh. Khususnya yang saya menalar agak lama juga pada bagian ketika ia tahu Belakangka telah membiayai Kebo Ijo. Namun, setelah saya teliti, ternyata itu bisa diketahui melalui mata-mata Arok yang memperketat pengamatan pada Empu Gandring.

Ia juga sampai punya ide untuk menghapus perbudakan. Mungkin ketika memasuki masa perang, Arok telah mencapai ilmu lebih tinggi, sebab ia terus melatih diri, baik ilmu yang diajarkan Tantripala maupun Dang Hyang Lohgawe. Ia juga menghentikan latihan jika latihan itu bisa merugikan kecerdasannya.

Tantripala adalah seorang Buddha yang menyembunyikan kebuddhaannya, sedangkan Dang Hyang Lohgawe seorang Syiwa. Arok menguasai ilmu sebanyak itu dan menyaring mana yang searah dengan tujuannya.

Keempat, pembagian kasta dalam agama Hindu. Ada brahmana, kesatria, dan sudra. Saya tidak tahu jelas pembagian kasta itu berdasarkan apa, tetapi cukup menarik, karena semua orang dari kasta mana pun berkemungkinan dapat berkuasa. Saya mendapat pemahaman juga bahwa keadilan sosial memang sulit ditegakkan sejak dulu. Diskriminasi tidak terhindarkan.

Penguasa bertindak tanpa dasar hukum, mungkin lebih tepat hanya hukum yang ia ketahui dari agama. Salah satu contoh adalah ketika lidah para jajaro dipotong demi kerahasiaan penguasa. Itu cukup mengerikan.

Kelima, tokoh Oti, perempuan yang bukan berasal dari Tumapel, tetapi dari negeri lain yang tidak ada perbudakan. Dia diculik dan dijual sebagai budak oleh seorang perompak, sehingga akhirnya menjadi budak di dapur pekuwuan. Ia diusir setelah mencopot penutup kepala sebagai penanda budak dapur pekuwuan.

Ketika perang terjadi, Oti meluapkan dendam kepada prajurit Tumapel. Namun sayang, luapan emosi itu berupa narasi. Saya membayangkan, sesuatu yang didasari perlawanan emosi pribadi mungkin akan membabi buta. Tak peduli apa pun, asal penderitaannya selama bertahun-tahun terbayar.

Keenam, pembunuh Tunggul Ametung dibuat samar; membiarkan pembaca penasaran. Karakter Kebo Ijo dibuat sangat mungkin jujur ketika ia mengaku hanya satu kali mengayunkan pedang ke bagian perut, tetapi Arok menuduh setidaknya telah tiga kali, dan Aroklah yang leluasa bergerak di pekuwuan sebelum Kebo Ijo datang dan memasuki bilik agung seorang diri. Jadi, baik Arok maupun Kebo Ijo sama-sama mungkin menjadi sang pembunuh.

Secara keseluruhan, bagi pelajar yang buta sejarah seperti saya, dan jika novel ini dianggap sebagai gambaran masa lalu, novel ini cukup menjadi guru yang menerangkan sejarah Jawa dengan asyik dan menyenangkan.

Semarang, akhir Mei 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun