Mohon tunggu...
akmal najemi
akmal najemi Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan Agama Islam

Tidak mengetahui apapun kecuali apa yang telah diajarkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala قَالُوْا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tingkatan Kualitas Salat Seseorang

10 Agustus 2024   07:45 Diperbarui: 10 Agustus 2024   07:52 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source of Picture: http://www.prenoms-musulmans.com

Tingkatan Kualitas Shalat Seseorang

Dikutip dari buku Minhaj karya Prof. Dr. K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed., M.Phil.

Shalat merupakan salah satu kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap orang Muslim. Shalat juga merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Setiap muslim diwajibkan untuk shalat lima waktu dalam sehari semalam apapun keadaannya baik dalam keadaan sehat, sakit, ataupun dalam perjalanan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas shalat setiap muslim itu berbeda-beda. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengklasifikasikan kualitas shalat menjadi lima tingkatan kualitas yaitu mu’aqab, muhasab, mukaffar ‘anhu, mutsabun, dan muqarrab min Rabbihi.

            Tingkatan yang pertama merupakan tingkatan kualitas shalat yang paling rendah yaitu mu’aqab. Mu’aqab (disiksa) yaitu orang yang menjalankan shalat tetapi tidak mengikuti syarat dan rukun shalat secara sempurna, tidak melaksanakan shalat tepat waktu, tidak berwudhu sesuai dengan tata cara, rukun, dan syarat yang benar, serta dia terpaksa dalam menjalankan shalatnya. Shalat pada tingkatan ini merupakan shalatnya orang-orang yang pemalas dan bisa jadi merupakan shalatnya orang-orang munafik, riya’, atau shalatnya bukan untuk ibadah kepada Allah. Shalat pada tingkatan ini tidak ada gunanya bagi orang yang mengerjakannya.

            Tingkatan yang kedua adalah muhasab yang berarti dihisab atau diperhitungkan. Muhasab yaitu orang yang menjalankan shalat tepat pada waktunya, memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun shalat dengan sempurna, berwudhu dengan mengikuti syarat dan rukun-rukun shalat dengan sempurna pula, berpakaian dengan menutup aurat, tidak terkena najis serta menghadap kiblat dengan benar. Dengan memenuhi syarat dan rukunnya maka shalat seseorang itu mendapatkan pahala dari Allah, namun pahalanya masih kecil dikarenakan orang yang shalat tersebut hanya memenuhi aspek lahiriyah saja sedangkan aspek ruhiyah kurang diperhatikan. Hal ini dikarenakan ketika shalat pikirannya dipenuhi oleh lamunan-lamunan kehidupan, bisikan-bisikan setan yang tak berarti. Jadi, jika ada orang yang melamun dan merasa mendapatkan ilham ketika shalat, hal itu sebenarnya bukan ilham tapi bisikan setan untuk mengingatkan pikirannya dari mengingat Allah.

            Tingkatan yang ketiga adalah mukaffar ‘anhu yang berarti diampuni/ dihapus dosa-dosanya.  Tingkatan ini merupakan tingkatan orang-orang yang menjalankan shalat dan mampu menjaga waktunya, batas-batasnya, rukun-rukunnya, serta syarat-syaratnya.  Orang yang shalat dalam tingkatan ini juga bersungguh-sungguh untuk melawan gangguan atau lamunan dan pikiran yang terlintas agar jangan sampai setan berhasil mencuri shalatnya. Kualitas shalat seseorang yang seperti ini bagaikan jihad melawan gangguan setan. Maka dari itu shalat orang ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang selama ini dilakukannya dalam sehari semalam atau sepekan. Meski ada pahala yang hilang, tapi pahala masih lebih banyak dibandingkan tingkatan yang kedua.

            Tingkatan yang keempat adalah mutsabun yang memiliki arti diberi pahala. Tingkatan ini merupakan tingkatan orang yang benar-benar melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun-rukunnya, dan batas-batasnya. Orang yang shalat tersebut hatinya larut dalam upaya memelihara batas-batas dan hak-haknya, agar dia menyia-nyiakan sedikitpun darinya. Ia hanyut dalam shalat dan penghambaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Orang yang shalat pada tingkatan kualitas ini benar-benar mengingat (berdzikir) kepada Allah dengan jasmani dan rohaninya.

            Tingkatan yang terakhir adalah muqarrab min rabbihi, yaitu orang-orang yang mengerjakan shalat sampai pada tahap muqarrabin (yang mendekatkan diri kepada Allah). Shalat pada tingkatan yang tertinggi ini umumnya diamalkan oleh orang-orang yang ketika shalat merasa benar-benar bertemu dan berhadapan dengan Allah. Jika ia tidak melihat Allah, maka ia yakin bahwa Allah melihatnya. Shalat pada tingkatan ini juga mampu dikerjakan oleh orang yanng meletakkan hatinya dihadapan Allah, merasa diawasi Allah, dan hatinya penuh dengan kedekatan kepada Allah serta dihatinya telah sirna segala bentuk kekhawatiran tentang segala sesuatu di luar shalat. Mereka itulah yang disebut oleh Nabi Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam sebagai Muhsinin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun