Mohon tunggu...
Akmal Muhamad Fathoni
Akmal Muhamad Fathoni Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa aktif Sosiologi Uin Bandung

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Akankah Kekalahan Sang Banteng di 2024 Bisa Menjadi Partai Oposisi Terkuat? Kembalinya Sang Penantang Takhta

24 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 24 Desember 2023   07:09 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.cnbcindonesia.com

Ya seperti yang kita tahu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kini tengah bersiap diri menyongsong pesta demokrasi 2024 yang bakal berlangsung kurang lebih 2 bulan lagi. Namun fakta menunjukkan elektabilitas pasangan calon presiden dari PDIP kalah oleh pasangan sebelah dalam beberapa survei lembaga terkemuka belakangan ini. Meski demikian, partai ini masih berupaya all out dalam menggenjot popularitas pasangan capres-cawapresnya. Apa pun hasil pemilihan 2024 nanti, satu hal yang pasti adalah posisi dan peran PDIP dalam peta politik nasional takkan sama lagi pasca pilpres mendatang ini. 

Jika partai berlambang banteng moncong ini tak berhasil menjegal dominasi koalisi pendukung capres lain, apakah benar kemudian PDIP bakal banting setir menjadi kekuatan oposisi super agresif dan kritis di parlemen? Pertanyaan ini cukup beralasan, mengingat akar sejarah perjuangan PDIP sejatinya lahir dari rahim gerakan penentangan terhadap status quo.

Berdasarkan teori siklus hidup partai politik dari Panebianco, momentum kelahiran dan perkembangan awal suatu partai sangat menentukan ideological core dan karakter yang melekat padanya. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lahir dari rahim gerakan reformasi 1998 yang menumbangkan hegemoni rezim otoriter Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Geliat awal pendirian PDIP tak lepas dari figur sentral Megawati Soekarnoputri dan KH Abdurrahman Wahid yang saat itu lantang melakukan propaganda politik dan penolakan terhadap status quo pemerintahan saat itu menjadi ideological core PDIP hingga kini.

Berbekal basis massa dan ideologi Sukarnoisme yang diagungkan, para proklamator PDIP dulu seperti Gus Dur dan Mbah Kung dengan gigih melakukan konsolidasi dan pengerahan sumber daya politik guna mewujudkan tujuan mulia reformasi total. Hasilnya, melalui Pemilu 1999, PDIP sukses menjadi perebutan suara rakyat terbanyak pertama di era multipartai modern. Namun, spirit perlawanan PDIP terhadap dominasi elite penguasa Orba tidak berakhir hanya dari jatuhnya Soeharto. Dinamika selanjutnya justru makin mengukuhkan karakter oposisi PDIP lewat sikap antagonisnya terhadap berbagai kebijakan status quo Presiden Habibie, Gus Dur.

Fenomena ini mengindikasikan bagaimana DNA oposisi sudah tertanam erat dalam sejarah awal kelahiran dan perjuangan PDIP hingga saat ini. Karenanya, sangat dimungkinkan karakter ini akan kembali dominan manakala partai banteng moncong kehilangan akses ke kekuasaan eksekutif di 2024 nanti, Jadi jika PDIP kalah di 2024, kemungkinan besar mereka akan menjadi partai oposisi utama yang paling vokal, seperti yang sudah ditunjukkan sejarah perjuangan mereka sejak era reformasi. Kemenangan rival akan membuat PDIP termotivasi untuk mengkritik dan menjadi kontrol politik yang kuat. Yang otomatis menempatkannya pada relung oposisi parlementer terkuat pasca Pilpres mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun