Mohon tunggu...
Akmaluddin
Akmaluddin Mohon Tunggu... Dosen - Bermakna dengan Bahasa

Tertarik pada isu-isu bahasa, literasi, pendidikan dll.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Momen Tersulit Ramadan Tahun Ini: Harap-harap Cemas Menanti Kelahiran Sang Buah Hati di Masa Pandemi

5 Mei 2020   22:39 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:56 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: healthline.com

Ramadan tahun ini adalah masa-masa HPL (Hari Perkiraan Lahir) anak ke-4 kami. Suasana menanti kehadiran buah hati ke-4 kami ini sangat berbeda dengan kelahiran anak pertama, kedua, dan ketiga dulu. Bagaimana tidak,suasana saat ini berubah drastis semenjak pandemi covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Situasi sekarang ini benar-benar membuat kami harap-harap cemas.

Sampai memasuki bulan perkiraan melahirkan, istri saya baru melakukan USG hanya sekali. Itu pun sebelum virus corona menyebar semasif sekarang ini, sekitar bulan Januari lalu. 

Berbeda dengan anak-anak kami sebelumnya yang kami USG setiap trimesternya. Ya, karena ada imbauan untuk tidak keluar rumah, imbauan kalau bisa berobat dari rumah, imbauan agar ibu hamil tidak ke rumah sakit selama kondisi masih baik-baik saja membuat kami tidak bisa datang USG. 

Pemeriksaan di bidan desa pun tidak kami lakukan rutin tiap bulan. Memang sih sampai saat ini kondisi istri saya baik-baik saja, hanya sering merasakan sakit di perutnya kalau terlalu lama duduk atau salah posisi bangun tidur. Harusnya menjelang waktu melahirkan seperti ini, kami tahu sudah apakah bayi dalam posisi yang tepat atau belum sehingga perasaan lebih tenang.

Momen ini bertambah sulit ketika harus menentukan proses lahiran dimana? Kalau waktu kelahiran anak pertama dan kedua, kami pulang kampung sebab keluarga di kampung juga meminta supaya bisa dibantu oleh keluarga sampai istri pulih. Sekalian acara aqiqahnya digelar di kampung, itu yang kami lakukan biasanya. 

Ketika anak ketiga lahir, kami memang tidak pulang kampung dan istri melahirkan di polindes tempat tinggal kami. Begitu usia anak ketiga kami seminggu kami pulang untuk menggelar acara aqiqahan. Namun kala itu ada ibu yang ikut tinggal bersama kami sehingga ada yang menemani. 

Sekarang ini kondisinya betul-betul beda, masih sulit memutuskan apakah harus pulang kampung lagi untuk melahirkan? Kami mau pulang kampung? Rasanya berat, ada rasa khawatir dengan keamanan seiring merbaknya virus corona. 

Khawatir ini wajar karena kita tidak pernah tahu interaksi masyarakat di kampung seperti apa? Pernah kontak dengan siapa? dan lain-lainnya. Terlebih saat ini nyaris tidak ada wilayah yang aman dari potensi terjangkitnya covid-19.

Kebingungan istri saya bertambah lagi setelah mendengar isu bahwa puskesmas dekat tempat tinggal kami membatasi menerima pasien sebab bidan, perawat dan tenaga medis di sana takut menangani pasien karena minimnya APD, sehingga semua pasien harus dirujuk ke rumah sakit Pemerintah Daerah. 

Di rumah sakit Pemda, pasien positif corona yang sedang dalam perawatan banyak sehingga semakin takut terjangkit meskipun para tenaga medis RS Pemda memiliki APD yang lebih lengkap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun