Mohon tunggu...
Akmaluddin
Akmaluddin Mohon Tunggu... Dosen - Bermakna dengan Bahasa

Tertarik pada isu-isu bahasa, literasi, pendidikan dll.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Puasa tapi Doyan Belanja

2 Mei 2020   21:46 Diperbarui: 2 Mei 2020   22:02 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://twitter.com/eufic/status/926079553268830208 

Berbelanja adalah aktivitas yang paling membahagiakan bagi sebagian orang. Ya, terlebih itu adalah belanja makanan. Menjamurnya pedagang makanan seperti pemandangan yang selalu terlihat pada bulan Ramadan seperti sekarang ini menjadi indikator sederhana bahwa memang belanja makanan itu menyenangkan. Di setiap ruas jalan kita bisa menyaksikan deretan penjual makanan yang dikerumuni banyak pembeli dan notabene ini adalah penjual yang muncul secara sporadis bersamaan dengan datangnya bulan Ramadan. Di tempat lain misalnya pasar, jangan ditanya lagi, sudah barang tentu dipenuhi dengan orang belanja makanan. Satu lagi tradisi yang pasti kita temukan terutama dalam bulan Ramadan adalah berbuka puasa bersama di lesehan atau warung makan. Banyak lesehan atau warung makan yang memberlakukan model booking tempat jauh-jauh hari sebelum acara buka bersama digelar sebab jika tidak, jangan harap dapat tempat karena padatnya pengunjung. Seiring dengan perkembangan teknologi, smart phone yang digenggam setiap orang saat ini bisa menjadi toko makanan dan pembelinya tidak kalah ramai. Antusiasme belanja makanan ini terjadi baik di kota maupun di desa. Hal ini menjadi tanda bahwa belanja makanan adalah aktivitas yang disenangi semua orang.

Berbelanja makanan tentu tidaklah salah karena itu memang kebutuhan primer setiap orang namun perlu ditegaskan bahwa belanja makanan harus disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam realitanya, banyak orang yang kalap dalam belanja makanan. Banyak orang lupa diri sehingga makanan yang telah dibeli menjadi sia-sia, rusak alias mubazir. Perilaku ini sungguh sesuatu yang tidak baik dan tidak ada faidahnya dari sudut pandang mana pun. Dalam agama hal ini adalah sesuatu yang dilarang. Bukankah Allah SWT telah mewarning dalam firman-Nya

... Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan... (Al-Isra':26-27)

https://www.fix.com/blog/seven-foods-that-are-not-actually-healthy/
https://www.fix.com/blog/seven-foods-that-are-not-actually-healthy/

Membeli makanan yang tidak sesuai keperluan harus diantisipasi baik dalam konteks berbelanja untuk kebutuhan pribadi di rumah sendiri maupun untuk kebutuhan pada momen-momen tertentu misalnya dalam hajatan penyambutan dan perayaan hari besar keagamaan, pelaksanaan upacara adat perkawinan, kenduri, dan beragam budaya lainnya. 

Suasana puasa seperti saat ini terkadang membuat banyak orang selalu membayangkan aneka makanan sebagai menu berbuka puasa. Namanya orang puasa, tentu merasa haus dan lapar sehingga  semua jenis makanan dan minuman terasa nikmat disantap. Akhirnya semua diborong mulai dari makanan pembuka (takjil) yang beragam, minuman berbagai jenis, hingga hidangan makanan utama yang tentu tidak kalah ramainya. Ada makanan yang dibeli hanya karena alasan penasaran sebab tampilan dan promosi yang menarik, ada yang dibeli karena stimulus berlebihan atas rasa haus dan lapar tadi, padahal makanan yang dibutuhkan tentu tidak semua yang telah dibeli sebab kapasitas tubuh menampung porsi makanan dan minuman ada batasnya. Ujung-ujungnya banyak makanan yang tersisa dan akhirnya terbuang percuma. Tentang porsi makanan yang ideal kita konsumsi ini sudah diingatkan oleh kanjeng Nabi semata-mata untuk kebaikan dan kesehatan kita semua. Baginda Nabi berpesan melalui haditsnya  

Dari Miqdam bin Ma'dikarib, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi kantung yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya, namun jika ia harus melebihinya, hendaknya dia membagi sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya" (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'I dan Ibnu Majah)

https://satuislam.org/alasan-kesehatan-kenapa-tidak-boleh-makan-berlebihan-saat-sahur-dan-buka-puasa/ 
https://satuislam.org/alasan-kesehatan-kenapa-tidak-boleh-makan-berlebihan-saat-sahur-dan-buka-puasa/ 

Tidak hanya pada konteks keperluan pribadi, pada acara-acara sosial keagamaan yang telah disebutkan di atas sangat rentan terjadi fenomena kalap belanja bahan makanan. Makanan yang disuguhkan sering berlebihan dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan. Ada makanan yang disediakan jauh-jauh hari sebelum acara sehingga tidak bisa digunakan pada saat acara. Ada makanan yang disediakan hanya karena prestise ditambah lagi dengan 'keharusan' menyediakan makanan tradisi setempat. Tidak cukup dengan itu, ada makanan yang disediakan sekadar sebagai makanan pendamping padahal semua itu terkadang dibeli dengan terpaksa berhutang. Kalaupun tidak dengan terpaksa, tradisi belanja berlebihan seperti ini perlu dihindari sebab perilaku ini adalah sikap boros. Untuk menghindari fenomena kalap belanja makanan ini layaknya kita membuat perencanaan dengan baik, misalnya makanan dibeli ketika waktunya, makanan habis sebelum masa kedaluwarsa, dan jika tersisa makanan tidak dibuang, dan yang paling penting adalah makanan dibeli sesuai kemampuan.

Membeli makanan atas dasar fungsinya adalah suatu prinsip yang utama dan ini sudah betul. Namun ada yang berprinsip lain yaitu karena prestisius dan bahkan ada yang berdasar pada mitos, maka tidak heran kalau kita pernah mendengar ada yang membeli kue ulang tahun dengan harga pantastis, di luar batas normal. Di luar fungsinya, kita bisa saja menambahkan makna estetis namun sekali lagi harus dalam batas kewajaran sehingga kita terhindar dari kalap belanja yang tidak bermanfaat. Memenuhi kebutuhan hidup itu perlu, tapi berpikir masa depan itu jauh lebih penting sebab hidup bukan untuk satu atau dua hari. Dalam prinsip ini tidak berarti bahwa kita menjamin apa yang akan kita temukan pada masa-masa yang akan datang karena itu adalah domain kekuasaan Sang Pencipta. Hal yang bisa kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa sikap kalap dalam belanja adalah hal sia-sia yang tidak boleh dibiasakan, tidak layak menjadi tradisi dalam hidup kita. Frekuensi belanja bagi orang-orang mampu tetap saja salah, apalagi bagi orang yang selalu mengeluhkan betapa sulitnya mencari uang. Maka janganlah jadi orang yang doyan belanja yaitu orang yang berbelanja bukan atas dasar kebutuhan dan orang yang belanja namun memaksakan diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun