Mohon tunggu...
Akmal Ibad
Akmal Ibad Mohon Tunggu... Guru - guru

hobi membuat opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Horog-Horog, Kuliner Khas Kota Ukir Yang Wajib Di Coba

14 Desember 2024   20:57 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Liburan keluarga selalu menjadi momen yang berharga. Begitu pula bagi saya dan keluarga besar saat memutuskan untuk menjelajahi salah satu pasar tradisional di Jepara, yaitu Pasar Karang Randu. Di tengah hiruk-pikuk pedagang yang menawarkan aneka makanan khas, kami menemukan salah satu hidangan tradisional yang memikat perhatian: horog-horog.

Di pasar ini, horog-horog disajikan sebagai pengganti nasi, dipadukan dengan pecel yang segar dan sate keong. Perpaduan rasa unik ini sungguh mengesankan, terutama ketika dinikmati bersama keluarga. Aroma bumbu pecel yang khas berpadu dengan tekstur kenyal dari horog-horog, serta gurihnya sate keong, menciptakan pengalaman kuliner yang tidak terlupakan.

Pengalaman menikmati horog-horog di pasar tradisional ini ternyata membawa inspirasi besar bagi saya. Saat mengikuti lomba National Cinematic Competition (Nacivition) 2024 yang diselenggarakan oleh HMJ Manajemen UIN Walisongo, saya dan tim memutuskan untuk mengangkat horog-horog sebagai produk yang dipromosikan. Mengapa memilih horog-horog? Jawabannya sederhana: saya ingin memperkenalkan makanan khas Jepara ini kepada teman-teman dari berbagai daerah di Indonesia. Di tengah gempuran makanan modern, horog-horog adalah simbol kekayaan tradisi kuliner yang patut dilestarikan.

Mengunjungi Desa Penghasil Horog-Horog

Proses pembuatan video membawa saya ke Desa Menganti, salah satu desa di Jepara yang masih memproduksi horog-horog secara tradisional. Di sini, saya melihat langsung bagaimana horog-horog dibuat. Tepung sagu, bahan utamanya, ternyata didatangkan dari luar daerah, mengingat sagu tidak tumbuh di Jepara. Namun, masyarakat setempat, yang mayoritas adalah perempuan, dengan kreatifnya mengolah sagu ini menjadi horog-horog.

Ibu Siti, salah satu pekerja yang saya temui, menjelaskan bahwa proses pembuatan horog-horog melibatkan pengukusan tepung sagu hingga menggumpal menjadi butiran kecil. Saat saya menemui Ibu Siti, seorang pekerja di desa Menganti, Jepara, beliau dengan antusias menjelaskan proses pembuatan horog-horog. Beliau menambahkan "Makanan khas ini terbuat dari tepung sagu yang didatangkan dari luar Jepara, seperti wilayah Jawa Barat atau Tanjung, karena daerah ini tidak menghasilkan sagu sendiri."

Beliau pun melanjutkan menjelaskan proses pembeuatannnya dari awal. Dimana dari informasi yang saya dapatkan, Proses pembuatan dimulai dengan merendam tepung sagu semalaman untuk menghilangkan rasa pahit dan melunakkan teksturnya. Setelah itu, tepung sagu diayak dan dimasak dengan teknik khusus yang memerlukan kesabaran. Dengan api kecil, sagu dikukus sambil diaduk hingga mengembang dan menggumpal seperti butiran kecil. Dalam proses ini, tangan harus bersih dan tidak berbau wangi dari produk kimia, karena bisa membuat hasil akhir horog-horog cepat basi. Prosesnya memakan waktu sehari penuh, dan hasil akhirnya adalah butiran sagu kenyal yang siap disantap sebagai pengganti nasi.  

Setelah saya bertanya mengenai proses pembuatan dan take video. Saya dan teman sayapun melanjutkan bertemu dengan owner usaha horog2 tersebut untuk bertanya proses distribusisi dan juga sejarahnya.

Liburan keluarga selalu menjadi momen yang berharga. Begitu pula bagi saya dan keluarga besar saat memutuskan untuk menjelajahi salah satu pasar tradisional di Jepara, yaitu Pasar Karang Randu. Di tengah hiruk-pikuk pedagang yang menawarkan aneka makanan khas, kami menemukan salah satu hidangan tradisional yang memikat perhatian: horog-horog.

Di pasar ini, horog-horog disajikan sebagai pengganti nasi, dipadukan dengan pecel yang segar dan sate keong. Perpaduan rasa unik ini sungguh mengesankan, terutama ketika dinikmati bersama keluarga. Aroma bumbu pecel yang khas berpadu dengan tekstur kenyal dari horog-horog, serta gurihnya sate keong, menciptakan pengalaman kuliner yang tidak terlupakan.

Pengalaman menikmati horog-horog di pasar tradisional ini ternyata membawa inspirasi besar bagi saya. Saat mengikuti lomba National Cinematic Competition (Nacivition) 2024 yang diselenggarakan oleh HMJ Manajemen UIN Walisongo, saya dan tim memutuskan untuk mengangkat horog-horog sebagai produk yang dipromosikan. Mengapa memilih horog-horog? Jawabannya sederhana: saya ingin memperkenalkan makanan khas Jepara ini kepada teman-teman dari berbagai daerah di Indonesia. Di tengah gempuran makanan modern, horog-horog adalah simbol kekayaan tradisi kuliner yang patut dilestarikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun