Mohon tunggu...
Akmal Faza Saifulloh
Akmal Faza Saifulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember Nama: Akmal Faza Saifulloh NIM: 220910101082

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember Nama: Akmal Faza Saifulloh NIM: 220910101082

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran Sistem Moneter Internasional dan Pengaruhnya Terhadap Dollar Amerika Serikat

29 Maret 2024   22:44 Diperbarui: 29 Maret 2024   22:53 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ekonomi yang tumbuh pesat memicu sebuah spekulasi dalam skala besar-besaran di pasar saham. Indeks saham melesat hingga mencapai ujung puncaknya pada Agustus 1929. Namun, pada September 1929, harga pada saham secara perlahan turun. Puncaknya pada 24 Oktober 1929, ketika terjadi pelepasan jumlah beberapa saham secara masif. Hampir 13 juta lembar saham berpindah tangan dalam waktu sehari. Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh hingga 39.11% dalam waktu sehari. Peristiwa tersebut dikenal dengan "Black Thursday". Lima hari kemudian, pada tanggal 29 Oktober 1929, krisis di bursa mencapai titik terparah. Orang-orang menyebut peristiwa ini dengan "Black Tuesday" dan menjadi salah satu hari yang paling dikenang dalam sejarah ekonomi dunia.

Kepercayaan konsumen lenyap setelah jatuhnya pasar saham. Jatuhnya pasar saham menyebabkan penurunan daya beli, menyusutnya investasi, guncangan sektor industri dan merebaknya pengangguran. Merebaknya pengangguran mengakibatkan kredit macet meningkat dan penyitaan aset melonjak. 

Sementara itu, produksi negara turun. Kondisi perbankan pada saat itu juga tidak jauh berbeda. Pada tahun 1930, masyarakat yang kehilangan kepercayaan menarik dananya di perbankan secara besar-besaran, sehingga memaksa bank meliquidasi pinjaman guna melengkapi cadangan kas. Belum sempat memulihkan kondisi ini, hal yang sama terjadi pada tahun 1931 sampai dengan 1932.

Pemerintah Hoover berusaha untuk melakukan upaya memberi solusi berupa dukungan kepada bank-bank lewat pinjaman pemerintah. Namun bukannya memberikan perbaikan kondisi, krisis justru semakin parah. Perlengseran presiden kepada Franklin D. Roosevelt memunculkan harapan akan berakhirnya krisis. 

Langkah Roosevelt terlihat lebih konkret jika dibandingkan dengan Hoover. Kongres akhirnya meloloskan rancangan program yang diajukan Roosevelt, program yang bernama "New Deal" ini berisi 47 program yang dibagi dalam 3 tahapan eksekusi dari 1933-1939.

Kebijakan-kebijakan tersebut diluncurkan Roosevelt melalui New Deal perlahan melihatkan hasil. Pada tahapan pertama pertumbuhan ekonomi mencapai 10.8%, lalu pada tahapan kedua pertumbuhan ekonomi turun meski masih dingka tinggi yakni 8.9%. Pada tahun 1936 pertumbuhan ekonomi kembali naik menjadi 12.9%. hal tersebut termasuk kenaikan yang terhitung sangat signifikan.

Pada tahun 2008 Amerika Serikat kembali menghadapi gejolak ekonomi yang parah. Mata uang Amerika Serikat, yakni dollar AS, merupakan salah satu mata uang utama yang digunakan hampir di seluruh negara di belahan dunia. Sehingga, apa yang sedang terjadi pada dollar AS dan Amerika sebagai negara pada umumnya juga akan mempengaruhi perekonomian negaranegara lain, termasuk negara berkembang.

Sumber: Rangkuty, D. M., & Mesra, B. (2022). Ekonomi Moneter Internasional (1st ed.). E. Rusiadi (Ed.). LPPM UNDIKMA. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun