Mohon tunggu...
Akmal Abudiman Maulana
Akmal Abudiman Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Capital Markets - Teaching - Writing

Menulis membuat anda hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Bapak, Kami Haus akan Perubahan (Surat Terbuka untuk Bupati Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)

15 Februari 2016   18:02 Diperbarui: 15 Februari 2016   18:08 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tak perlulah memandang sebelah mata warga desa yang datang berobat ke rumah sakit. Mereka mungkin akan banyak bertanya dari A sampai Z, dari pertanyaan yang mungkin kita anggap ‘bego’ ke pertanyaan yang ‘agak ngeselin’. Itu karena ketidaktahuan dan kebingungan mereka tentang dunia medis. Mereka hanya butuh sedikit penjelasan yang mungkin akan membuat mereka lega dan mengerti kenapa mereka harus begini dan begitu. Saya yakin staf medis yang ada merupakan orang-orang pilihan.

Bapak, parameter pembangunan tak mesti bermula dari perbaikan yang besar yang bisa dilihat dengan kasat mata, cukup mulai dari hal-hal kecil yang terkadang disepelekan. Jika hal-hal kecil bisa mendatangkan manfaat yang besar bagi warga, akan jauh lebih berharga dibanding hal-hal yang besar tapi hanya dirasakan oleh segelitintir kalangan. Hal-hal yang kecil inilah yang harus dibenahi dan itu tidak akan Bapak temui ketika Bapak berorientasi kepada pembangunan yang mengejar fisik semata.

Warga tidak perlu dulu dibuatkan rumah sakit yang gedungnya menjulang tinggi. Warga juga tidak perlu dulu dibuatkan rumah sakit lengkap dengan sarana dan prasarana yang berstandar internasional karena semua itu hanya akan sia-sia jika pada akhirnya mereka hanya dilayani setengah hati. Hadirnya fasilitas dasar untuk menunjang pelayananan kesehatan yang bisa mempermudah warga  lebih dari cukup. Tinggal Bapak memastikan bahwa sarana dan prasarana kesehatan yang ada bisa dijangkau oleh semua kalangan dengan pelayanan yang ramah. Jika tidak (saya benci mengatakan ini), lebih baik tidak ada rumah sakit di kabupaten saya daripada dibuat ada tapi hanya didirikan sebatas “penghias” dan tidak bisa menduduki fungsi sesungguhnya dalam melayani warganya.

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan harusnya sudah menjadi harga mati yang diperuntukkan bagi warga. Mutu pelayanan kesehatan tidak sekedar dilihat dari kuantitas puskesmas dan rumah sakit, tapi kualitas dari pelayanan yang diberikan. Tidak serta merta harus memperbanyak rumah sakit atapun pelayanan-pelayanan kesehatan lainnya, minimal yang sudah ada dievaluasi dan direnovasi. Apakah semuanya sudah menjalanan fungsi yang sebenarnya ? Apakah rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan warga ?

Jika belum, apa saja kendala yang dihadapi ? Adakah kekurangan yang perlu dibenahi ? Adakah sarana dan prasarana yang perlu diperbarui ataupun ditambah ? Apakah sumber daya manusianya sudah mencukupi baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya ? Apakah warga sudah merasakan manfaatnya ? Lalu apa yang perlu dikaji kembali untuk terus meningkatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan warga yang dinamis ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dijadikan dasar untuk merevitalisasi pelayanan kesehatan demi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 

Bapak, jujur, saya iri dengan tetangga kabupaten kita. Mereka memiliki call center darurat pelayanan kesehatan yang siap siaga selama 24 jam untuk warganya. Hadirnya call centerini tentuya memberikan kemudahan warga dalam mengakses pelayanan kesehatan, sehingga tidak ada lagi ambulans yang tak diperuntukkan untuk menjemput warga yang kritis dan tak memiliki kendaraan. Inovasi yang mungkin bisa kita kembangkan.

Di lain sisi, puskesmas yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan dasar untuk jenjang pertama harus turut serta mengambil bagian dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Jika memungkinkan terdapat satu puskesmas kecamatan yang beroperasi di hari sabtu dan minggu, karena jika tidak ada kesan bahwa kami dilarang sakit di hari libur. Andaikan penyakit bisa kami ajak berkompromi, kami akan meminta untuk sakit di hari kerja (weekdays) sehingga tidak terlalu membebani Bapak, tapi tidak.

Saya sadar, peningkatan pelayanan kesehatan tentunya tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pihak tertentu, tidak juga hanya akan menjadi tanggung jawab Bapak, tetapi peran serta semua pihak termasuk warga untuk turut serta dalam mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan. Sinergi ini yang harus diperkuat dengan mengedepankan kesadaran akan fungsi dan peran masing-masing.

Warga berperan sebagai pengguna jasa pelayanan yang ‘cerdas’, bukan hanya menginginkan pelayanan yang cepat, tetapi juga pelayanan yang sesuai standar pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan juga harus mengubah pola pikir dari sekedar memberi obat menjadi melayani pasien, dari pelayanan yang tidak ramah menjadi pelayanan yang ramah dan penuh senyum.

Melayani tidak hanya seenak perut atau karena tuntutan kerjaan, tapi dari hati. Begitupula dengan Bapak, serta pihak tekait untuk terus melakukan pembinaan, pendampingan dan evaluasi berkelanjutan demi memastikan bahwa fungsi pelayanan publik yang diberikan ke warga sesuai dengan kebutuhan warga. Monitoring secara berkala di rumah sakit dan pelayanan kesehatan perlu dilakukan. Jangan sungkan untuk memberikan reward and punishment bagi penyedia layanan kesehatan. Hal ini semata-mata agar menjadi pemacu untuk terus meningkatkan perannya dalam melayani warga.

Jika ternyata proses perbaikan yang dilakukan terkendala pada ruang gerak karena anggaran di bidang kesehatan masih minim, saya berharap Bapak bisa menambah jumlah anggaran tersebut. Beban fasilitas rumah sakit, tenaga medis dan lainnya tak lepas dari dukungan anggaran kesehatan. Selama anggaran diserap optimal untuk kepentingan peningkatan layanan kesehatan dan manfaatnya dirasakan oleh warga, saya rasa jauh lebih baik dibanding pengalokasian anggaran di bidang lain tapi manfaatnya hanya sebatas fatamorgana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun