Selalu ada banyak cerita pada setiap akhir pertandingan yang dilakoni oleh Barcelona. Siapa saja lawannya, hasilnya sangat menentukan apa yang akan terjadi dikemudian hari. Kitanya begitu yang selalu menjadi buah bibir banyak orang setelah melihat Barcelona mundur dari perebutan dua gelar paling prestasius yang mereka raih di musim sebelumnya.
Barcelona mendapat mimpi buruk di April ini. Kenyataan yang paling pahit adalah dalam sepekan ini mereka telah mengatongi dua kegagalan yang paling serius. Dan pesta klub yang mengalahkan Barcelona justru diraih dihadapan public catalan sendiri.
Empat hari yang lalu (21/04), di lanjutan La Liga, Real Madrid dengan begitu perkasa menghancurkan asa publik Catalan untuk melihat klub kebesarannya memangkas selisih poin dengan Real Madrid. Cristiano Ronaldo yang tampil cukup impresif dengan raihan satu golnya menempatkan Real Madrid pada puncak yang aman untuk meraih gelar La Liga yang sudah empat musim berada dalam lemari trofi Barcelona. Pertandingan yang berakhir dengan kedudukan 1-2 untuk kemenangan Real Madrid ini cukup menegaskan bahwa akhirnya Barcelona sudah benar-benar menyerah mengejar gelar La Liga tahun ini. Meski ada empat partai sisa musim ini, Barcelona sudah terlanjur mengibarkan bendera putih.
Rabu dini hari (25/04), luka publik Catalan bertambah lagi. Chelsea memupuskan asa Barcelona untuk mempertahankan gelar juara turnamen kasta tertinggi di Eropa ini. Messi dkk harus tertunduk lesu setelah gol telat Fernando Torres yang akhirnya membuat agregat menjadi 2-3 untuk kemenangan Chelsea.
Di era sepak bola seperti ini, siapa yang tidak mengenal gaya permainan Barcelona. Filosofi menyerang dan bermain efektif dengan umpan-umpan pendek selalu membuat mereka mendominasi setiap pertandingan yang mereka jalani. Siapapun lawannya, tak akan ada perubahan yang paling berarti dalam strategi Pep Guardiola. Barcelona hanya ingin menyerang, menyerang dan menyerang! Menguasai pertandingan dengan statistik penguasaan bola hingga 78% hampir mustahil bisa dilakukan oleh klub selain Barcelona. Tapi tentu statistik tak akan pernah berpengaruh untuk hasil akhir. Lalu di mana kiranya kesalahan yang harus menjadi perhatian utama untuk mengoreksi kegagalan ini?
Dibawah kendali Pep Guardiola, Barcelona sudah memanen gelar yang cukup banyak dengan segudang rekor dan prestasi tersohor lainnya. Sepak bola tentu seperti sebuah misteri yang sulit diungkap. Tidak ada yang pasti untuk sebuah penegasan terhadap hasil pertandingan sebelum peluit panjang dihembuskan wasit.
Tak ada yang meragukan kualitas dan efektivitas permainan Barcelona. Klub yang bertabur seperti Real Madrid saja akan menerapkan permainan yang super defensif untuk membendung gempuran pasukan Catalan. Hampir setiap lini bisa dikuasai oleh pemain-pemain Barcelona.
Sepak bola bukan “kadang tidak adil” seperti yang diucap Fabregas pascapertandingan melawan Chelsea. Pada dasarnya begitulah sepak bola. Memenangkan statistik dari penguasaan bola hingga jumlah percobaan tendangan ke gawang yang banyak juga tak akan pernah membantu meraih kemenangan bila bola itu tak bersarang dalam gawang lawan.
Sepak bola indah ala Barcelona ini mungkin sudah sangat dipahami oleh lawan-lawannya. Apalagi kesuksesan Real Madrid membendung laju Barcelona di Camp Nou jelas menjadi pelucut semangat Chelsea untuk membalas kekalahan dikandang mereka pada tahun 2009 yang kala itu Barcelona melenggang ke Roma dengan hasil yang cukup kontroversi. Pertandingan yang membuat Tom Henning Ovrebo pensiun dini dari dunia perwasitan.
Sepak bola itu bukan hanya tiki-taka. Ada teka-teki yang harus diungkap dalam sebuah pertandingan. Inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama setiap pelatih. Ada beberapa hal yang patut dipelajari atas kegagalan Barcelona pada musim ini. Barcelona yang pada musim sebelumnya menjadi penguasa sepak bola dengan segudang prestasi, kini seperti sebuah klub yang tanpa visi apapun untuk mempertahankan kekuasaan itu.
Faktor Pelatih
Setiap pertandingan sepak bola, seorang pelatih klub tentu sudah menyiapkan strategi yang jitu untuk meraih hasil maksimal. Dalam hal ini, saya melihat, lini pertahanan menjadi kunci setiap kesuksesan lawan-lawan Barcelona. Sebisa mungkin mereka mempertahankan keamanan gawang mereka dari gempuran Lionel Messi dkk. Apa yang diperlihatkan oleh Chelsea dalam dua leg semifinal UCL 2012 ini tentu akan mengingatkan kita pada kisah Inter Milan yang menjadi buah bibir sedunia setelah menaklukkan gaya tiki-taka Barcelona dan berhasil menjadi tim pertama Italia yang meraih trable winner.Dalam sebuah pertandingan, hasil akhir tentu akan berdampak bagi semua. Misal tim itu menang, maka pemain akan mendapat pujian. Sebaliknya, pelatih akan menjadi sorotan bila tim tersebut mengalami kekalahan.
Dengan penguasaan bola yang luar biasa dan unggul jumlah pemain (setelah kartu merah John Terry) Barelona terbukti bisa menambah keunggulan. Akan tetapi, goal Ramires menjelang turun minum cukup membuat publik Catalan gelisah. Dan, memasuki babak kedua, permainan masih dengan tempo dan gaya yang sama. Tak ada perubahan yang berarti hingga gol Torres dipenghujung laga menjadi penentu kandasnya laju Barcelona di kompetisi elit eropa ini.
Beberapa hal yang perlu dicatat di sini adalah ketidakjeliannya seorang Pep Guardiola melihat celah yang bisa dimanfaatkan untuk membalikkan keadaan. Pep hanya memiliki tiki-taka! Dia tidak memiliki strategi alternatif lainnya untuk bisa merubah keadaan. Selama 60 menit lebih Barcelona bisa menguasai bola satu meter di depan kotak pinalti Chelsea. Sama halnya dengan melawan Inter Milan. Tak ada perubahan yang berarti sepanjang pertandingan hingga peluit kekalahan berbunyi.
Setiap pelatih tentu harus memiliki beberapa alternatif strategi untuk bisa membongkar pertahanan lawan. Apalagi untuk teknik “parkir bus” yang dinobatkan atas strategi sepak bola negatif ini. Tak ada yang salah dengan teknik menumpuk pemain untuk mempertahankan daerahnya. Hanya saja bagaimana itu bisa dihancurkan. Itu yang perlu dipikirkan seorang Pep Guardiola.
Saya pikir, dalam era sepak bola ini, Jose Mourinho tentu menjadi pelatih yang paling kreatif dengan segudang pemikiran yang jenius untuk bisa merubah keadaan. Bagi Mou, menguasai jalannya pertandingan namun tidak memenangi pertandinga itu sama saja tak ada arti. Itulah mengapa dia terus berpikir dan menciptakan sesuatu yang unik.
Sejatinya, sepak bola itu adalah sebuah teka-teki yang harus diungkap. Tak akan ada sebuah kepastian mutlak untuk menegaskan siapa yang akan memenangi sebuah pertandingan sebelum peluit wasit berbunyi.
Saya pikir, teknik “parkir bus” adalah keindahan sepak bola dari sudut yang berbeda. Siapa yang sanggup membongkarnya? Dan tentu sepak bola tidak selalu berbicara tentang penguasaan bola dan kemenangan statistik lainnya. Hanya gol yang menegaskan bahwa siapa yang layak untuk memenangi pertandingan! Semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua. [Akmal M Roem]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H