Perkembangan teknologi informasi saat ini begitu pesat dan sulit dibendung. Berbagai informasi dari belahan bumi manapun, bisa kita akses melalui media sosial. Mulai dari informasi yang memberikan manfaat, hingga informasi yang menyesatkan bisa kita dapatkan. Dan yang sangat mengkhawatirkan beberap tahun ini adalah penyebaran kebencian dan provokasi radikalisme yang terus meningkat. Lalu siapa yang salah yang bisa membuat penyebarannya begitu massif?
Menentukan siapa yang salah dalam konteks provokasi radikalisme di media sosial bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Diantaranya adalah orang atau kelompok yang dengan sengaja menyebarkan konten radikal di media sosial.Â
Mereka mungkin memiliki motif untuk merekrut anggota baru, menyebarkan ideologi mereka, atau memicu kekerasan. Karena itu, platform media sosial memiliki tanggung jawab untuk menyaring dan menghapus konten yang melanggar kebijakan mereka, termasuk konten radikal. Namun, mereka seringkali menghadapi kesulitan untuk mengidentifikasi dan menghapus konten tersebut secara tepat waktu.
Dari sisi korban, ada beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan. Yaitu individu yang tertipu. Orang-orang yang terpengaruh oleh konten radikal di media sosial dan menjadi korban provokasi.Â
Mereka mungkin mudah terpengaruh karena kurangnya literasi digital atau karena merasa terpinggirkan atau tidak puas dengan keadaan. Provokasi radikalisme di media sosial dapat memicu perpecahan dan konflik di masyarakat. Hal ini dapat merusak hubungan antarumat beragama, memicu kekerasan, dan menghambat pembangunan.
Ada juga faktor lain dari sisi algoritma media sosial. Algoritma media sosial dapat memperparah penyebaran konten radikal dengan memprioritaskan konten yang paling menarik perhatian, meskipun konten tersebut mengandung ujaran kebencian atau kekerasan. Dan yang juga turut menyuburkan adalah situasi politik dan sosial yang tidak stabil dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi penyebaran ideologi radikal.
Penting untuk direnungkan oleh kita semua. Tidak ada satu pihak pun yang sepenuhnya salah dalam kasus provokasi radikalisme di media sosial. Semua pihak, termasuk pelaku, korban, platform media sosial, dan masyarakat luas, memiliki peran dalam mencegah dan melawan radikalisme online. Hal ini penting agar bisa mendapatkan solusi untuk mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif.
Untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan bersama. Diantaranya dengan cara meningkatkan literasi digital. Generasi muda perlu dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan menggunakan internet secara bertanggung jawab. Keluarga dan masyarakat juga perlu membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak dan remaja tentang bahaya aktivisme radikal di internet.
Pemerintah perlu membuat peraturan yang tegas untuk mencegah penyebaran konten radikal di internet. Aparat penegak hukum perlu menindak tegas pelaku penyebaran konten radikal di internet. Agar lebih sinergi, perlu upaya semua pihak untuk mengembangkan konten yang positif. Termasuk media massa dan platform online perlu memproduksi dan menyebarkan konten positif yang mempromosikan toleransi, perdamaian, dan persatuan.
Peranan para pemuka agama juga tak kalah pentingnya, dalam memerangi provokasi radikalisme di media sosial. Tokoh agama perlu mengeluarkan fatwa dan pernyataan yang menolak aktivisme keagamaan radikal. Mereka juga perlu mempromosikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian.Â