Peringatan Hari Pendidikan Nasional sangat erat kaitannya dengan sosok Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Pria kelahiran 2 Mei 1889 ini juga dikenal sebagai Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, selain sebagai tokoh pendidikan ia adalah seorang budayawan, jurnalis dan politikus Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam pembangunan pendidikan di Indonesia.
Perjuangannya terhadap politik dan pendidikan, membuat Ki Hajar Dewantara mendapat kehormatan dari Pemerintah Republik Indonesia (RI), dengan memberikan jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ketika ia wafat pada 26 April 1959, tanggal kelahirannya 2 Mei pun ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional sebagai Penghargaan tinggi yang diberikan oleh bangsa Indonesia melalui Keppres No.316/1959 pada tanggal 19 Desember 1959.
Ki Hajar Dewantara berjasa mewarisi semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Istilah ini diperoleh dari pengalamannya dalam menjalani pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Maria Montessori dari Italia dan Rabindranath Tagore dari India, kepada dua tokoh pendidik terkenal itu Ki Hajar Dewantara belajar. Menurutnya sistem pendidikan yang diterapkan oleh keduanya sangat sesuai untuk pendidikan di Indonesia.
Dari gabungan kedua sistem itu Ki Hajar Dewantara menemukan sebuah konsep yang harus diikuti dan menjadi karakteristik utama, yaitu "Pratap Guru". Pratap Guru adalah perilaku guru atau pemimpin yang menjadi contoh baik, bagi murid maupun masyarakat secara umum. Pratap Triloka itu terdiri dari tiga semboyan yang meski sudah puluhan tahun silam namun hakikatnya masih relevan di jaman sekarang ini bisa dibilang tak lekang oleh zaman.
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing ngarso mempunyai arti di depan atau di muka, sung atau isung artinya saya, dan tuladha berarti teladan. Sehingga istilah ini memiliki arti "di depan memberikan contoh atau teladan". Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Dalam arti seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya.Â
Tidak hanya memberi contoh semata saja tetapi juga melaksanakan dengan baik sebagai pemimpin yang bijaksana dan berteladan. Tauladan tersebut berupa praktik baik dan karakter baik yang diperlihatkan guru kepada siswa sehingga menjadikan siswa pribadi yang terbiasa dengan lingkungan yang baik, diharapkan dengan pembiasaan lingkungan yang baik dapat membentuk karakter siswa yang baik pula.
Ing Madya Mangun Karsa
Ing artinya di tengah-tengah, mangun berarti membangun, karsa berarti kemauan. Sehingga memiliki arti "di tengah-tengah membangun kemauan atau cita-cita". Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memberikan motivasi kepada siswa tentang apa yang dipelajari dan hal baik yang harus dipraktekkan siswa. Guru lebih menjadi fasilitator ketimbang memberikan pengajaran satu arah, guru memfasilitasi siswa untuk mengakses pengetahuan dari berbagai sumber. Mengarahkan bukan mendoktrin siswa sesuai apa yang diimani oleh sang guru tentang suatu  nilai kebenaran.Â
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran yang berkualitas dan mengambil keputusan dalam memimpin pembelajaran, contohnya bagaimana memanfaatkan sarana dan prasarana seperti penggunaan teknologi digital namun di satu sisi juga mempunyai efek negatif. Disinilah guru diuji agar dapat memanfaatkan sarana teknologi dengan meminimalisir atau bahkan meniadakan efek negatifnya.Â