Beberapa waktu lalu, presiden Joko Widodo mengatakan agar tidak mengundang penceramah agama radikal. Peringatan presiden ini tentu perlu menjadi perhatian kita bersama. Bukan bermaksud mendiskreditkan para penceramah agama, namun kenyataannya ceramah agama seringkali disalahgunakan oleh oknum tertentu, untuk menyusupkan konten radikalisme. Hal ini dulu sering dilakukan oleh oknum yang mengaku paham agama, oleh kelompok yang selalu menggunakan atribut agama, tapi ucapan dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai agama.
Penceramah agama, semestinya tidak hanya paham mengenai agama, tapi juga paham tentang hal-hal lain agar bisa melihat setiap peristiwa secara utuh. Penceramah semestinya juga paham mengenai nilai-nilai kebangsaan, karena Indonesia pada dasarnya adalah negara yang sangat beragam.Â
Negara yang kaya akan keberagaman suku, agama, budaya dan bahasa. Negara yang kaya akan istiadat di masing-masing daerahnya. Dengan penceramah bisa memadukan nilai-nilai agama dan kebangsaan, tentu akan bisa menyebarkan virus toleransi antar umat beragama kepada seluruh masyarakat.
Jika penceramah tidak punya pemahaman agama yang benar, maka segalanya akan menjadi tidak benar. Saat ini ada juga para penceramah yang mengaku paham agama, tapi materi ceramahnya terkadang justru bertolak belakang. Sebut saja beberapa waktu lalu ada seorang penceramah yang mengusulkan agar wayang dimusnahkan. Apa dosa wayang sampai harus dimusnahkan? Wayang merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia.Â
Bahkan wayang juga memberikan kontribusi bagi penyebaran Islam di tanah Jawa ketika itu. Konsep ceramah yang salah kaprah ini yang harus diatur. Dan masyarakat juga harus punya literasi yang kuat. Jika ada penceramah yang justru menyarankan hal yang tidak semestinya, lebih baik tidak perlu diikuti.
Kemunculan penceramah radikal di dunia maya dan dunia nyata ini, tentu sangat mengkhawatirkan. Jika masyarakat tidak paham konteksnya, menelan mentah-mentah apa yang didengar, akan mengurangi esensinya. Misalnya saja ketika jihad dimaknai dengan harus perang, dengan harus menumpahkan darah atau melakukan tindakan meledakkan diri, ini yang sesat dan tidak perlu diikuti. Namun disisi lain, oknum penceramah radikal ini justru seringkal menyatakan kelompok ini sesat, kelompok itu kafir, dan lain sebagainya, hanya karena perbedaan pandangan atau keyakinan.
Agama dan negara seringkali dibenturkan. Bahkan pernah juga muncul pandangan bahwa hormat pada bendara merah putih dianggap sesat. Karena yang patut dihormati adalah Tuhan. Mari kita melihat berdasarkan konteksnya. Begitu juga ketika ada penceramah yang mengusulkan pemusnahan wayang.Â
Jika ditanya satu per satu, pasti tidak ada niat hormat bendera untuk menyembah. Hormat bendera merah putih adalah simbol menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur, dalam merebut kemerdekaan negeri ini. Kenapa bentuk penghormatan ini justru disalahkan? Sekali lagi, mari melihat konteksnya. Dan para penceramah harus bisa melihat konteksnya.
Penceramah harus bisa menyatukan, bukan menceraiberaikan. Negeri ini punya dasar negara yang bisa kita jadikan acuan bersama. Negeri ini dibangun diatas nilai-niliai agama, yang tercermin dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Jangan lagi dianggap Pancasila sesat, kafir dan segala macamnya.Â