Baru saja kita semua merayakan hari raya Idul Adha atau hari raya kurban. Di hari raya ini seluruh umat muslim yang mampu, dianjurkan untuk berkurban dengan cara menyembelih binatang seperti sapi atau kambing. Daging binatang kurban tersebut kemudian dibagikan ke seluruh masyarakat yang membutuhkan. Semangat berkurban pada dasarnya tidak terjadi pada Idul Adha saja. Dalam keseharian, tanpa disadarki kita seringkali menyisihkan sedikit rezeki kita. Meski hal ini masuknya sedekah, semangat untuk berkurban itu ada dalam diri setiap manusia.
Disisi lain, sudah hampir 2 tahun ini, semua masyarakat Indonesia merasakan pandemi covid-19. Selama ini pula, banyak orang mulai melakukan adaptasi baru untuk bisa bertahan. Kenapa? Karena pandemi memaksa adanya pembatasan. Artinya, aktifitas fisik berkurang. Ketika aktiiftas manusia berkurang, maka perputaran ekonomi pun tidak maksimal. Ketika perputaran ekonomi tidak maksimal, maka kinerja sebuah negara akan ikut terganggu. Dan terbukti, Indonesia sampai sekarang masih masuk dalam jurang resesi akibat pandemi.
Pemerintah pun akhirnya mau tidak mau harus memprioritaskan penanganan kesehatan. Karena dampaknya akan lebih parah jika persoalan kesehatan ini tidak segera diantisipasi. Karena saat ini jumlah angka positif harian di Indonesia, sudah mencapai diatas 40 ribu. Bahkan sempat menyentuh diatas 50 ribu. Jumlah kematian tiap harinya pun juga mencapai diatas 1000 kematian. Karena itulah PPKM mulai diperketat. Akibatnya, ketidaknyamanan pun terjadi dimana-mana.
Pada titik ini, ternyata tidak sedikit dari masyarakat yang memilih tidak patuh. Anjuran menggunakan masker tidak dihiraukan. Anjuran menerapkan protokol kesehatan tidak dipatuhi. Bahkan, sebagian oknum justru menebar provokasi di media sosial. Provokasi itulah yang kemudian memicu terjadinya kegaduhan di masyarakat. Akibatnya, masyarakat yang terdampak ppkm dan bosan dengan pembatasan, mudah terprovokasi.
Sebagaian masyarakat tidak percaya pentingnya menjaga protokol masyarakat. Egoisme akhirnya makin tidak terkendali, sampai akhirnya muncul provokasi pakai masker atau tidak, vaksin atau tidak, ujung-ujungnya tetap mati. Karena ego yang tak terkendali, tidak sedikit dari masyarakat enggan memakai masker dan tidak mau divaksin. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Padahal kita tahu bahwa masker merupakan benteng awal agar kita tidak mudah terpapar virus covid-19.
Dalam masa pandemi seperti sekarang ini dibutuhkan pengorbanan dari kita semua. Dan kurban yang begitu nyata di masa pandemi adalah membuang egoisme. Kok bisa? Karena banyak orang yang egois, merasa paling benar, merasa paling bersih, merasa paling sehat, sehingga tidak mau diatur. Anjuran untuk di rumah sama sekali tidak diindahkan. Karena ketidakdisiplinan inilah yang memicu masih tingginya kasus positif harian covid-19 di Indonesia.
Mari saling introspeksi. Mari kita buang egoisme dalam diri. Dengan di rumah saja, tidak hanya menghindarkan diri dari potensi terpapar, juga mengurangi potensi menularkan. Karena kita tahu apakah sejatinya dalam tubuh kita benar-benar bersih atau tidak dari virus. Jika kita bisa mengurbankan kambing atau sapi di hari raya Idul Adha kemarin, semestinya kita juga bisa mengurbankan egoisme yang masih ada dalam diri. Karena egoism itu bisa memicu munculnya perilaku-perilaku yang intoleran. Mari sembelih egoisme dalam diri kita masing-masing. Salam.
          Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H