Lembaga pendidikan merupakan tempat yang netral, untuk mendidik generasi penerus. Lembaga pendidikan tidak hanya merupakan tempat belajar mengajar, tapi juga merupakan tempat untuk berinteraksi, menyampaikan ekspresi dan kreasi, serta belajar berdiskusi dan berorganisasi. Dalam interaksi-interaksi tersebut, tak jarang ditemukan upaya kelompok tertentu yang terus menyebarkan bibit radikalisme dan intoleransi.
Jika kita browsing di internet, tidak sedikit siswa atau mahasiswa yang terpapar radikalisme. Bahkan, tidak sedikit pula tenaga pengajar yang juga terpapar radikalisme. Mereka yang telah terpapar ini, terus menyebarkan ke pihak-pihak yang beraktifitas di dalam kampus. Bahkan, mereka secara sengaja berlindung di lembaga pendidikan, agar tidak mudah terdeteksi. Karena berorganisasi diatar undang-undang, dan setiap siswa mempunyai kemerdekaan untuk belajar tentang apa saja, tak terkecuali paham atau pemikiran dari luar Indonesia.
Pemerintah sendiri tela meluncurkan pelaksanaan peraturan presiden nomor 7tahun 2021, tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme tahun 2020-2024 (RAN PE). Aturan ini diharapkan bisa menjadi media untuk melawan maraknya provokasi, ujaran kebencian dan propaganda radikalisme yang begitu massif di negeri ini. Dan untuk implementasinya, akan lebih efektif jika seluruh elemen masyarakat melaksanakannya, termasuk melalui lembaga pendidikan.
Seperti kita tahu, lembaga Pendidikan saat ini sudah tidk sepenuhnya netral. Beberapa kajian telah menyebutkan bibit radikalisme telah menyusup ke kampus. Seperti survey yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2017 tentang sikap keberagamaan siswa dan mahasiswa muslim di Indonesia. Hasilnya cukup mencengangkan. Sebanyak 58,5% memiliki kecenderungan bersikap radikal. Dalam survey tersebut juga disebutkan bahwa siswa dan mahasiswa lebih intoleran atau sangat intoleran dengan kelompok muslim yang berbeda sebesar 51,1 persen. Ini artinya, intoleransi yang merupakan bibit dari radikalisme cukup tinggi di dalam lembaga Pendidikan.
Di tahun-tahun berikutnya, mulai muncul pemberitaan mahasiswa terpapar radikalisme. Dosen terpapar radikalisme. Dari level PAUD hingga perguruan tinggi, mulai disusupi paham radikalisme. Pada titik inilah perlu ada penerapan kurikum anti radikalisme di semua lembaga Pendidikan. Implementasi RAN PE menjadi penting dalam dunia pendidikan. Hal ini penting karena lembaga Pendidikan merupakan tempat menuntut ilmu, tempat untuk memperkuat literasi. Jika informasi atau ilmu yang diserap salah, makan outputnya pun juga akan salah.
Jangan sampai ada mahasiswa yang mendeklarasikan khilafah. Jangan lagi ada dosen yang mengajarkan bibit radikal ke mahasiswanya. Jangan juga ada lagi siswa-siswi yang terpapar melalui aktifitas ekstra kurikuler. Jangan juga ada lagi ditemukan buku-buku bacaan untuk PAUD yang berisi konten radikalisme. Ini semua harus dilakukan oleh semua pihak. Tidak bisa menggantungkan dari pemerintah saja. Kita sebagai masyarakat awam juga harus komitmen untuk menerapkannya. Salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H