Pandemi covid-19 masih terus terjadi di belahan bumi ini. Mayoritas negara terserang virus ini, termasuk Indonesia. Satu persatu nyawa melayang, akibat penyebaran virus ini. Bahkan, angkanya pun semakin hari semakin bertambang.
Banyak yang berpikir virus ini berbahaya. Tapi mungkin hanya sebagian orang saja yang mempunyai pola pikir semacam ini. Bahwa perilaku kita juga tidak kalah berbahaya jika bertemu dengan virus yang mematikan tersebut. Apa maksudnya?
Ya, virus corona ini menuntut adanya perubahan perilaku pada diri setiap manusia. Salah satunya dituntut untuk senantiasa mengenakan masker ketika beraktifitas. Tidak hanya di luar rumah, di dalam kantor pun juga dianjurkan mengenakan masker, menyusul merebaknya klaster baru di perkantoran.
Perubahan perilaku ini tentu diperlukan komitmen semua pihak. Tanpa adanya komitmen semua pihak, tentu penyebaran covid-19 di perkantoran atau di lingkungan manapun, akan sulit dilakukan.
Hingga 14 Agustus 2020, jumlah kasus positif karena covid-19 di Indonesia sudah mencapai 135.123 kasus. Penambahan per hari selalu diatas seribu kasus, bahkan pada tanggal 13 Agustus kemarin mencapai diatas 2.000 kasus.
Penambahan yang sangat signifikan ini tentu saja juga sangat dipengaruhi bagaimana kita berperilaku di tengah pandemi ini. Banyak orang masih tidak percaya covid, sampai akhirnya membuat pernyataan-pernyataan yang membingungkan di dunia maya.
Seperti kita tahu, ujaran kebencian, hoaks dan segala pernyataan yang menyesatkan, masih sering kita temukan di media sosial. Dari tahun politik hingga saat ini.
Bahkan, kelompok-kelompok intoleran masih terus menggunakan pola ini, untuk membuat kegaduhan agar bisa menyusupkan propaganda radikalisme. Ketika terjadi bencana alam, hoaks dan hate speech masih muncul. Ketika terjadi terorisme, atau bahkan masa pandemi seperti sekarang ini, masih saja ada.
Dengan adanya anjuran untuk mengenakan masker di masa pandemi, secara tidak langsung ini merupakan peringatan kepada kita semua untuk menjaga mulut dan lisan.
Mungkin selama ini kita terlalu banyak omong, sampai akhirnya tidak bisa mengerem, tidak bisa mengendalikan, bahkan tidak bisa membedakan mana baik mana buruk. Dengan alasan bagian dari kebebasan berekspresi, semua omongan begitu vulgar disebarluaskan.
Mari kita belajar dari pandemi ini, untuk terus melakukan introspeksi. Dibalik penyebaran virus corona, ternyata bisa kita jadikan pembelajaran bersama, untuk menjaga perilaku. Jika kita tidak bisa menjaga jarak, potensi terpapar lebih besar.
Jika tidak mengenakan masker, akan berpotensi menularkan virus ke orang lain. Dan jika tidak sering mencuci tangan, akan memudahkan virus ini menyebar. Intinya, dengan menjaga perilaku dan ucapan, secara tidak langsung juga bisa meredam penyebaran virus.
Di bulan kemerdekaan ini, mari kita saling mengingatkan dan menguatkan. Mari saling introspeksi. Mari kita bebaskan diri kita dari perilaku yang mendekatkan diri dengan hoaks dan kebencian. Bebaskan negeri ini dari bibit kebencian dan kebohongan.
Kemerdekaan yang telah kita rebut, harus diisi dengan perilaku yang produktif dan inspiratif. Begitu juga dengan pandemi yang masih terjadi hingga saat ini. Harus dihadapi dengan menjaga perilaku dan lisan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Salam. Dirgahayu Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H