Semua orang tahu media sosial bisa memberikan dampak positif dan negative. Semua orang juga tahu di media sosial setiap orang bisa berekspresi, berargumen, posting tulisan atau gambar, atau melakukan aktifitas lain dengan sesukanya.
Di media sosial juga tidak dibatasi terotori atau ruang gerak tertentu. Orang dari mana saja bisa keluar masuk di dunia maya. Hal inilah yang kemudian media sosial mendapatkan respon yang sangat positif dari masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia.
Provokasi dan adu domba tentu bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di era penjajahan dulu, ketika para penduhulu kita berjuang merebut kemerdekaan, politik adu domba dan provokasi juga digunakan pihak penjajah. Masyarakat akhirnya terbelah dan tidak bisa menyusun kekuatan bersama.
Akibatnya, 350 tahun masyarakat Indonesia terus hidup dalam penjajahan, berganti dan berganti. Ketika masyarakat sadar telah di adu domba pihak penjajah, masyarakat pun sadar dan memutuskan melawan segala bentuk provokasi dan adu domba. Hasilnya, kemerdekaan bisa direbut dan masih bisa kita pertahankan hingga saat ini.
Seiring perkembangannya waktu, provokasi dan politik adu domba ini tidak serta merta hilang, namun terus berkembang menyesuaikan zamannya. Ketika dunia mendapat teror dari kelompok ISIS beberapa tahun lalu, kelompok ini terus menyebarkan provokasi dan adu domba di media sosial.
Akibatnya, banyak orang dari berbagai negara datang ke Iraq dan Suriah untuk bergabung menjadi anggota ISIS. Dan ketika kelompok ini mulai terjepit, kembali melontarkan provokasi di media sosial, yang memerintahkan simpatisannya untuk menguasai media sosial dan menebar teror di mana saja dengan cara apa saja. Akibatnya, aksi terorisme langsung merebak di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Beberapa tahun kemudian, semua orang sadar bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok ISIS tersebut tidak benar. Jihad dengan cara meledakkan diri jelas tidak tepat. Menebar aksi teror jelas tidak diperbolehkan oleh agama dan aturan hukum apapun.
Meski demikian, masih saja ada pihak-pihak yang menjadi simpatisan kelompok ini. Simpatisan ini tersebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Para simpatisan inilah yang hingga saat ini masih sering menyebarkan hoaks, provokasi dan adu domba di media sosial.
Sebagai generasi milenial, jangan biarkan media sosial sebagai tempat berkembangnya provokasi dan adu domba. Semua pihak harus berkomitmen bersama untuk menghalau segala bentuk provokasi dan adu domba.
Mari kita introspeksi. Jika provokasi dan adu domba ini tidak ada manfaatnya, sebaiknya tidak perlu kita lakukan. Ketika ada bencana, tak perlu menyebarkan hoaks atau provokasi. Ketika terjadi pandemi, tak perlu juga mencari kesalahan dan menebar kebencian.
Mari kita saling mengingatkan dan menguatkan. Mari kita lawan segala bentuk provokasi dan adu domba di sekitar kita, apapun motifnya.Â