Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Rasionalitas Melalui Literasi

7 Februari 2020   07:11 Diperbarui: 7 Februari 2020   07:22 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literasi - suaramerdeka.com

Setelah era reformasi, pertumbuhan media massa di Indonesia seperti jamur di musim hujan. Banyak sekali media massa bermunculan, baik itu cetak ataupun online. 

Namun di era milenial seperti sekarang ini, media cetak pelan-pula mulai tergusur dengan maraknya media online yang terus bermunculan. Bahkan, jumlahnya mungkin tidak terhitung lagi saat ini. Karena untuk mengakses informasi pun, sekarang ini bisa dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan gadget yang sangat simple seperti smartphone.

Dalam perkembangannya, keberadaan media mainstream itu pun juga harus berjibaku dengan maraknya media sosial, yang terkadang justru dijadikan sumber rujukan oleh sebagian masyarakat. Betul ada informasi yang menggembirakan, memberikan inspirasi, ataupun memberikan informasi yang edukatif. Namun tidak sedikit pula informasi yang berkembang justru penuh dengan kebencian. 

Ada juga informasi yang tidak hanya menebar pesan kedamaian, tapi justru menebar kebencian. Akibat pesan negative inilah, membuat informasi yang berkembang menjadi tidak sehat. Dan kondisi semakin runyam, ketika tingkat literasi masyarakat masih rendah dalam menyikapi setiap informasi yang berkembang.

Mungkin kita masih ingat peristiwa pembakaran 7 tempat ibadah di Tanjung Balai pada 2016 lalu, yang ternyata karena dipicu oleh provokasi yang terjadi di media sosial. 

Tindakan ini tentu tidak dibenarkan. Ironis, hanya karena terprovokasi informasi yang berkembang di media sosial, amuk massa muncul dan begitu liar. Hal yang sama juga masih terjadi kasus rasis yang terjadi di Papua. Lagi, karena informasi hoaks yang terjadi di media sosial, membuat amuk massa terjadi.

Contoh diatas menunjukkan tidak adanya rasionalitas lagi di tengah masyarakat. Tidak ada lagi logika yang dibangun. Ketika amarah sudah muncul, segala perbuatan salah dianggap sebagai sebuah pembenaran. 

Dianggap menegakkan agama, menjaga lingkungan, menegakkan hukum, dan masih banyak lagi pembenaran yang lain. Dan kelompok minoritas, selalu menjadi pihak yang salah. Ketika label salah sudah dilekatkan, maka perilaku intoleran pun seringkali menyerang kelompok minoritas.

Pada titik inilah perlunya peran media mainstream. Media yang memberitakan informasi secara valid dan bukan opini apalagi hoaks. Masyarakat perlu mendapatkan informasi secara benar dan berimbang. 

Namun yang lebih penting lagi, masyarakat juga harus membiasakan diri untuk terus menguatkan literasi. Biasakan membaca informasi di media mainstream. Bacalah informasi apapun, agar kita punya bahan informasi yang lengkap. Sehingga tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang berkembang di dunia maya.

Pers juga harus menjadi pusat rujukan. Jika masyarakat ingin melakukan cek dan ricek, pers harus bisa hadir memberikan jawaban. Karena itulah, penting menjaga independensi media, agar bebas dari segala kepentingan. Pers harus memihak kepada kepentingan publik. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun