Banyak yang bertanya, mungkinkah membangun dan membentuk karakter anak-anak dengan pendekatan digital? Banyak disiplin ilmu pengetahuan mulai diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi, dengan menggunakan pendekatan e-learning. Proses belajar mengajar menggunakan bantuan teknologi.Â
Tatap muka tetap bisa dilakukan, tapi tidak secara langsung. Proses tulis menulis tetap bisa dilakukan, tapi tidak di papan tulis. Hanya saja pendekatan secara langsung, dari hati ke hati yang mungkin tidak bisa diterapkan dengan metode ini. Meski demikian, bukan berarti membangun karakter generasi muda di era digital ini bukan tidak mungkin. Semua serba mungkin jika kita memang ada kemauan.
Tak dipungkiri, di era digital ini tidak hanya hal-hal positif yang berkembang. Tidak sedikit hal yang negative, juga ikut berkembang menyesuaikan perkembangan jaman.Â
Diantaranya adalah penyebaran hoax dan ujaran kebencian, banyak menggunakan kelebihan yang ditawarkan oleh media sosial. Jauh sebelum itu, penyebaran propaganda radikalisme, juga sudah massif melalui media sosial di berbagai belahan dunia.Â
Keberadaan kelompok yang telah menebar berbagai pesan negative ini, tentu memberikan kekhawatiran tersendiri. Apalagi dengan cara memanfaatkan media sosial, yang saat ini banyak digunakan oleh generasi muda untuk beraktifitas di dunia maya.
Penyebaran propaganda radikalisme, hoax dan ujaran kebencian ini, berpotensi bisa mempengaruhi karakter generasi penerus di kemudian hari. Sebagai orang tua, tentu tidak ada yang mau anaknya terpapar radikalisme. Begitu juga sebagai teman, saudara, atau hubungan yang lain. Sebagai orang Indonesia, semestinya bibit radikalisme, kebencian dan kebohongan tidak ada di dalam hati kita masing-masing.Â
Pemahaman yang salah, akan membuat anak yang pandai dan toleran akan salah arah. Akibat karakter yang salah, kepandaian dan ilmu pengetahuan yang berhasil diserap, tidak akan diimplementasikan untuk kepentingan yang baik.Â
Sebaliknya, kepandaian yang didapat justru digunakan untuk menjelekkan orang lain, untuk memperkaya diri sendiri, untuk berbohong demi meraih simpati, dan segudang perbuatan tidak baik lainnya.
Agar karakter anak-anak kita tidak salah arah dan terpapar pesan negative di dunia maya, perlu peran semua pihak untuk menangkalnya. Sistem belajar mengajar di era e-learning ini harus bisa menjawab persoalan ini.Â
Sistem belajar di era digital, harus mampu mengarahkan karakter anak-anak ke arah yang benar. Sistem belajar di era milenial juga harus bisa memperkuat karakter anak, agar tidak mudah terprovokasi dan menjadi korban hoax, ujaran kebencian dan propaganda radikalisme.Â
Ingat, banyak pelaku penyebar hoax dan kebencian, serta pelaku tindak pidana terorisme adalah generasi yang pandai, yang mempunyai kemampuan di bidangnya masing-masing. Mereka juga tahu jika perilaku negative itu dilakukan, akan berujung pada tindak pidana.