Situasi politik dunia saat ini ditandai oleh dinamika kekuatan global yang semakin kompleks dan berlapis. Konflik antar negara, ketegangan geopolitik, persaingan ekonomi, hingga isu-isu perubahan iklim terus mendefinisikan ulang hubungan internasional. Dalam konteks ini, kita perlu memahami lebih jauh kebangkitan kekuatan ekonomi Asia seperti Cina dan India dan bagaimana persaingan ekonomi berperan besar dalam membentuk lanskap politik global.
Salah satu poin kunci pentingnya pengaruh Cina dalam tatanan global saat ini. Cina telah menempatkan dirinya sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, dan pengaruhnya di arena internasional semakin kuat. Dalam dekade terakhir, kebijakan luar negeri Cina telah menunjukkan perubahan yang signifikan, bergerak dari pendekatan isolasionis menuju ekspansi pengaruh global melalui inisiatif-inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI). Melalui BRI, Cina telah menciptakan jaringan perdagangan dan infrastruktur yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika, memperluas pengaruhnya di berbagai wilayah strategis. Penulis berasumsi ini bukan hanya soal ekonomi melainkan strategi geopolitik yang bertujuan untuk menantang hegemoni Amerika Serikat dan mengukuhkan Cina sebagai kekuatan dominan di abad ke-21.
Namun, kebangkitan Cina tidak bisa dipisahkan dari ketegangan geopolitik yang menyertainya. Hubungan AS-Cina, yang dulu mungkin lebih difokuskan pada kerja sama ekonomi, kini beralih menjadi arena persaingan yang sengit. Perang dagang antara kedua negara, yang dimulai pada masa pemerintahan Donald Trump, berlanjut dengan pendekatan serupa di bawah Joe Biden, meskipun dengan nada yang lebih diplomatis. Kedua negara terus bertarung dalam isu-isu seperti hak kekayaan intelektual, teknologi 5G, serta supremasi di bidang teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan dan komputasi kuantum. Ketegangan ini tidak hanya akan berdampak pada kedua negara, tetapi juga pada tatanan ekonomi global secara keseluruhan, di mana negara-negara lain akan dipaksa untuk memilih pihak atau mencari strategi alternatif yang lebih independen.
Selain ketegangan AS-Cina, pergeseran kekuatan politik di kawasan Asia Pasifik juga menarik untuk dicermati. India, sebagai kekuatan ekonomi dan militer yang sedang tumbuh, berada di posisi unik antara dua kekuatan besar, Cina dan Amerika Serikat. Disamping hal itu, India berani memposisikan negaranya sebagai pemain yang semakin vokal dalam percaturan politik global, terutama dalam konteks Indo-Pasifik. India telah menjalin aliansi strategis dengan AS dan negara-negara lain seperti Jepang dan Australia melalui Quad, sebuah aliansi yang dipandang sebagai upaya untuk mengimbangi kekuatan Cina di kawasan ini. Namun, India juga harus menavigasi hubungan yang rumit dengan Cina, mengingat ketegangan perbatasan yang terus memanas, seperti yang terlihat dalam bentrokan di Lembah Galwan pada tahun 2020. ini mencerminkan kompleksitas politik global yang tengah terjadi, di mana negara-negara harus membuat pilihan strategis yang cermat di tengah dinamika yang terus berubah.
Selain fokus pada kekuatan besar seperti Cina dan India, kita juga perlu menyoroti peran penting dari kekuatan regional yang lebih kecil dalam membentuk politik dunia. Asia Tenggara, misalnya, menjadi medan penting bagi persaingan kekuatan besar. Negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, dan Filipina harus menyeimbangkan hubungan mereka dengan AS dan Cina, sering kali dengan mempertimbangkan kepentingan ekonomi dan keamanan mereka sendiri. Negara-negara ini semakin rentan terhadap tekanan eksternal dalam hal perdagangan dan militer, tetapi mereka juga memiliki potensi untuk memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan dan menciptakan stabilitas di kawasan.
Dalam konteks global yang lebih luas, kita tidak bisa mengabaikan peran Eropa, terutama dalam menghadapi tantangan dari Rusia dan dampak perang di Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraina pada awal 2022 telah mengubah peta politik Eropa dan dunia. Ketegangan yang meningkat antara Rusia dan Barat telah memicu kembalinya retorika Perang Dingin, dengan sanksi ekonomi yang keras terhadap Rusia dan dukungan militer serta diplomatik yang signifikan dari Barat terhadap Ukraina. Konflik ini tidak hanya menyoroti ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung, tetapi juga memperlihatkan bagaimana energi dan keamanan pangan kini menjadi isu sentral dalam politik internasional. Sanksi terhadap Rusia, khususnya di sektor energi, telah mengguncang pasar global dan memicu krisis energi di Eropa, yang berdampak langsung pada stabilitas politik di negara-negara Eropa Barat.
Selain itu, geopolitik energi juga melibatkan negara-negara di Timur Tengah, di mana Arab Saudi dan Iran terus memainkan peran kunci. Hubungan AS-Saudi, yang selama ini didasarkan pada kerja sama energi dan keamanan, mengalami perubahan seiring dengan peningkatan produksi energi domestik AS dan penurunan ketergantungan mereka pada minyak Timur Tengah. Di sisi lain, Iran, meskipun berada di bawah tekanan internasional akibat program nuklirnya, terus memperkuat aliansi dengan Rusia dan Cina, menciptakan poros kekuatan baru di Timur Tengah yang melawan pengaruh Barat. kita melihat bagaimana dinamika ini dapat mempengaruhi kestabilan global, terutama ketika kita memasuki era transisi energi dan perubahan iklim yang memaksa negara-negara untuk beradaptasi dengan sumber energi baru. Dari persaingan antara Cina dan AS, kebangkitan India sebagai kekuatan baru, hingga ketegangan di Eropa dan Timur Tengah, politik dunia bergerak dalam arah yang sulit diprediksi.
Lantas, bagaimana Indonesia dapat memainkan peran strategis dalam menjaga kedaulatan wilayahnya di tengah konflik internasional, dan bagaimana langkah tersebut dapat membantu menghadapi tantangan di panggung global di masa mendatang?
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis yang strategis di antara dua samudra dan dua benua, berada di persimpangan arus besar konflik internasional yang menciptakan tantangan sekaligus peluang. Di tengah persaingan global antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Cina, ketegangan di Laut Cina Selatan, serta dampak konflik Ukraina-Rusia, Indonesia perlu memainkan peran lebih aktif dan cerdas dalam menavigasi pusaran ini. Tantangannya adalah bagaimana Indonesia bisa mempertahankan independensi politik luar negeri sambil tetap memaksimalkan kepentingan nasionalnya di ranah ekonomi, diplomasi, dan keamanan.
Posisi Indonesia yang menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif harus menjadi pedoman utama, tetapi pendekatannya harus diperbarui agar sesuai dengan tantangan zaman. Bebas aktif bukan berarti netral pasif, tetapi harus proaktif dalam membentuk aliansi strategis dan berperan sebagai mediator dalam konflik global. Sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia seharusnya memimpin diplomasi kawasan, terutama dalam isu-isu sensitif seperti Laut Cina Selatan, ketegangan AS-Cina, dan krisis energi global.