Bukan kesedihan, kegagalan timnas U-16 mentas di Piala Asia justru menimbulkan sindiran dari sebagian penikmat sepakbola tanah air. Pasalnya, timnas U-16 dinilai terlalu jumawa, terutama setelah membantai Guam dengan skor 14-0.Â
Pelatih dan staff tidak melakukan rotasi pemain. Banyak yang berspekulasi bahwa materi pemain tidak merata dan minimnya kepercayaan pelatih dan staff terhadap seluruh pemain yang dibawa.Â
Padahal, tampil di event pendek dengan jeda waktu laga yang sangat singkat rotasi pemain sangat dibutuhkan guna menjaga stamina dan pemulihan cidera ringan.Â
Saat melawan UAE dan Palestina juga masih demikian, meski meraih kemenangan tapi permainan timnas tidak banyak berubah, rotasi pemain tak kunjung dilakukan. Puncaknya ketika berhadapan dengan Malaysia, yang juga menjadi laga terakhir sekaligus penentuan pemegang tiket piala Asia.Â
Ternyata benar, apa yang dikhawatirkan publik pecinta sepakbola tanah air. Gaya permainan dan strategi timnas sudah terbaca lawan, dan pada akhirnya Garuda Muda dibantai pasukan Harimau Malaya dengan skor 1-5.
Sangat memalukan dan diluar dugaan. Tak sampai disitu, penggiat sepakbola tanah air juga mengingat apa yang pernah dilakukan oleh staf kepelatihan ketika membawa garuda muda juara AFF U-16 beberapa waktu lalu, tepatnya sesaat sebelum naik podium untuk menerima penghargaan.Â
Coach Markus dan coach Gilang, dengan penuh emosional, berteriak lantang pada kamera live, "Sejarah. Sejarah. Lokal Pride". Oleh sebagian besar pecinta sepakbola tanah air, teriakan itu dianggap menyindir era kepelatihan Indonesia yang gemar pemain naturalisasi, termasuk STY dan Luis Milla.Â
Tentu, ungkapan coach Markus dan coach Gilang itu dikaitkan dengan performa timnas pada ajang kualifikasi piala Asia ini. Setelah juara, seolah-olah mereka akan berhasil pada event-event selanjutnya, hingga membuat mereka dianggap terlalu percaya diri dan meremehkan lawan.Â
Anggapan itu memang benar adanya, terutama saat melawan Malaysia, terlihat jelas bagaimana para pemain timnas bermain sangat santai dan terlalu percaya diri.Â
Terlalu asik menyerang hingga lupa urusan di belakang. Dalam situasi sulit juga masih ingin menunjukkan skill individu. Pada akhirnya, hingga peluit akhir pertandingan, derai air mata para pemain garuda muda menjadi jawaban atas perjuangan mereka selama ini.Â
Anggapan penggiat sepakbola tanah air agaknya tidak berlebihan sebab pada saat wawancara selepas pertandingan melawan Malaysia, Bima Sakti sebagai pelatih kepala mengakui bahwa kegagalan timnas U-16 adalah murni kesalahan staf dan pelatih dan menjadi tanggung jawabnya.