Setiap pertanyaan, " kalo ga lari ga enak ya. Kaya ada yg ilang ato ga enak badan gitu?".
Selalunya saya jawab, " Ga koq. Biasa aja. Sukaaa banget lari. Tapi kalo lagi ngga ya biasa aja".
Sekarang harus saya tambah dengan penjelasan, bahwa kalau tak rutin lari setiap hari, dan tak sampai 10an k, " Selamat datang asma"..
Seingat saya, selama usia saya berlari, sejak awal 2010, bisa dihitung dengan jari serangan asma saya.
Kalaupun ya, cukup dengan mulai lari, hitungan belasan menit sudah dadah dadah asma.
Seberat apapun serangannya, tak pernah saya gunakan inhaler.
Awal 2012 jika tak salah, serangan asma, setelah flu berat. Di Singapura. Pertama kalinya sang dokter di singapore menuliskan inhaler pada resepnya.
'Beruntung' tak pandai menggunakannya. Jadi sama sekali tak saya gunakan, karena tak semudah menggunakan ventolin, seperti yang saya tahu dari anak saya, mantan 'pengguna'.
Sekian tahun berlalu lagi. Lagi tanpa kehadiran asma dan ventolinnya tentu saja.
Sampai... 2-3 bulan lalu. Entah dengan alasan apa, padahal sibuk- sibuk sekalipun tidak, lari- berlari saya bolong- bolong. Sering hanya kisaran 5an k. Lari- lari jauh pun jauh berkurang.
Saya mulai agak sering batuk- batuk. Yang ujung- ujungnya apalagi kalau bukan sesak.
Biasanya menjelang berangkat tidur sesak- sesaknya mulai.
Keluar kamar, duduk 30- 60 menit, setelah reda baru kembali kekamar.
Mulai dari 2- 3 hari sekali, akhirnya setiap malam begitu.
Minggu pertama puasa saya putuskan periksa dokter. Kali ini saya terfikir mau gunakan ventolin.
Kejutan yang luar- biasa menyenangkan.
Srotttt lenyap seketika sesak2nya.
Semoga yang menemukan masuk surga. Aamiin.
Jadi, isi kantong atas backpack hari2 saya bertambah.
Hari demi hari berlalu. Ndilalah serangan asma semakin laju.
Dari yang semula sehari satu, lah koq ini malah semakin seru?
Tadi malam rupanya ventolin sudah final tak mau lagi bekerja sama.
Ga ngaruh kalau teman2 bilang.
Tidur bukan lagi sulit tapi mustahil.
Sesak semakin menggila.
Pukul 2 dini hari, sendiri saya putuskan ke UGD.
Berusaha tenang, karena pastinya akan ada dokter yang bisa tanganinya.
Ohya, soal UGD ini, saya tak pernah sulit.
Di lari2 jauh saya, saya selalu siap untuk cari UGD terdekat. Jika darurat kelelahan atau apapun lainnya.
Daftar, nama, alamat. Duduk, zap! Masker nebulizerpun terpasang. Setelah tarikan pertamapun sudah terasa plong. Alhamdullillah.
Kembali ke kamar dengan dua macam obat. Anti alergi dan anti radang.
Sampai dikamar, setelah sempat belasan menit tidur bangun tidur bangun, rupanya sesak- sesaknya berulang.
Jam 6 kembali saya putuskan ke UGD lagi.
Persis sama dengan sebelumnya. Kali ini ditambah suntik dan.. setelah saya ceritakan riwayat asma saya, ditambah juga tanya- jawab seperti ini,
Saya, " Dok, jadi, obat atau terapi apa yang sesuai bagi saya?".
Dokter," jika ada, aktifitas apa yang paling membuat Bapak nyaman, tenang dan menyenangkan?".
Saya, "???.. Lari trel Dok".
Dokter, " Case closed!".
Mataram, Agustus 2014
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI