Bencana Kian Terjadi, Saatnya Muhasabah Negeri
Penulis: Faridatus Sae, S. Sosio
Aktivis Dakwah Kampus
Sukabumi ditetapkan dengan status Tanggap Darurat Bencana Selama Sepekan kedepan pascabencana hidrometeorologi yang melanda dan pemda mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan dalam bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi. Penetapan status ini karena melihat dari skala bencana yang besar dan sebaran lokasi bencana yang berada di 33 titik di 22 kecamatan. Selain itu, nilai kerugian yang besar, jumlah warga yang terdampak dan adanya korban jiwa. (Tirto.id, 05/12/2024)
 Dalam laman (Jawapos.com, 07/12/2024), Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti menyampaikan bahwa ada dua bencana yaitu banjir dan longsor. Setelah ditinjau di sungai Cipelabuhan terjadi pendangkalan dari sedimentasi. Sebelumnya Wakil Menteri Pekerjaan Umum menemukan terjadinya hutan gundul tepat di atas tanah longsor di Jalan Pelabuhan Ratu. Karena itu diduga tanah longsor yang terjadi diduga akumulasi dari hutan gundul dan hujan dengan intensitas tinggi.
Bencana yang terjadi di negeri ini terjadi secara silih berganti, berbagai macam bercanda dari daerah satu ke daerah yang lainnya. Penyebab bencana bukan sekedar faktor alam tapi seringkali bencana yang terjadi justru karena ulah tangan-tangan manusia, yaitu banyaknya pelanggaran syariat karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam). Termasuk bencana yang terjadi karena bermula dari eksploitasi alam atas nama pembangunan.
Terlihat dari salah satunya adalah hutan lindung yang terdapat di kawasan Ciemas Sukabumi gundul. Hutan lindung tersebut seluas 8.000 hektare yang mana dibabat untuk dijadikan huma atau ladang bercocok tanam. Hingga saat ini hanya tinggal tersisa 2.000 hektare. Sebagian besar kayu di hutan lindung itu habis dijarah penebang liar. Ada sekitar 1.300 orang yang masuk ke daerah tersebut telah menjadikan tempat tersebut menjadi huma atau ladang. Hal ini, sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir. Ironisnya, hingga saat ini belum ada upaya penegakan hukum buat para penjarah hutan lindung di kawasan tersebut. (Liputan6.com, 11/10/2001)
Banyaknya bencana yang menimpa negeri yang akan sumber daya alami ini. Maka, sudah saatnya pemilik kekuasaan dan rakyat negeri ini untuk bermuhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat segera tegak di bawah kepemimpinan Islam. Menunggu bencana yang seperti apa hingga membuat manusia menyadari kesalahan perbuatan manusia hingga menimbulkan bencana yang silih berganti menimpa negeri ini. Akankah menunggu negeri ini hancur barulah bertobat?
Sudah cukup, kekayaan alam yang melimpah diserahkan pada asing atas nama investasi alias penjajahan gaya baru. Asing mengeruk kekayaan alam negeri ini dengan standart keuntungan berlimpah dan tidak peduli dampak yang akan dihasilkan dengan pengerukan sumber daya alam tersebut dan tentu tidak ingin jika rugi. Maka segala daya upaya akan dilakukan agar investasi berbuah keuntungan sebesar-besarnya
Sangat berbeda, dalam kepemimpinan Islam akan membangun negeri ini tanpa merusak sehingga bencana-bencana yang timbul akan sangat bisa diminimalisir. Selain itu, segala pertimbangan pembangunan akan berstandart apakah pembangunan untuk mempermudah urusan rakyat atau justru berdampak buruk pada rakyat dan merugikan rakyat.
Negara dalam kepemimpinan Islam berperan sebagai raa'in (pelayan) dan junnah (perisai) sehingga rakyat hidup sejahtera penuh berkah. Menjadi Junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan pemimpin negara harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi juga pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H