Keracunan Makanan: Bukti Lemahnya Jaminan Keamanan Pangan
Penulis: Faridatus Sae, S. Sosio
Aktivis Dakwah Kampus
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menarik sebanyak 73 jajanan yang berasal dari China di RI, sebab banyak anak SD justru keracunan saat mengonsumsinya. Setelah dilakukan uji laboratorium, ada empat jenis jajanan La Tiao yang terdeteksi mengandung bakteri bacillus cereus. Bakteri itu dapat memicu sejumlah keluhan akibat cemaran, yakni mual, diare, muntah, hingga sesak napas. (Cnbcindonesia.com, 02/11/2024)
Sedangkan dalam laman (tempo.co, 02/11/2024), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghentikan sementara izin edar produk olahan makanan impor dari Cina, latiao. Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, pengambilan langkah ini merupakan respons atas laporan kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kasus keracunan makan yang terjadi dan banyak menimpa siswa, tentu ini mengingatkan pada kasus gagal ginjal akut yang pernah terjadi di negeri ini dan dikarenakan obat yang mengandung zat berbahaya beberapa tahun yang lalu. Kasus keracunan makanan dan gagal ginjal akut yang sedikit diantara banyak kasus lain yang menimpa generasi penerus bangsa ini. Kerusakan moral, gangguan mental, pergaulan bebas, bullying hingga bunuh diri. Kerusakan generasi negeri ini begitu kompleks dan kasus keracunan makanan dan peredaran jajanan anak-anak yang justru menjadi racun bagi perkembangan tumbuh kembang anak pun banyak beredar.
Hal ini menunjukkan bagaimana lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat saat ini. Makanan yang beredar di masyarakat secara umum dan anak-anak secara khusus bebas beredar tanpa batasan.
Harus diakui bahwa generasi muda saat ini memang cenderung menyukai makanan cepat saji, seperti jajanan instan yang biasa dijual di kantin, piza, burger, kentang goreng, sosis, dan sejenisnya. Tidak mempermasalahkan jika makanan atau jajanan yang dikonsumsi minim nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sehingga, pelaku industri makanan berlomba-lomba dalam memproduksi makanan dan minuman dengan berbagai jenis. Bagi pelaku industri, ini merupakan bisnis yang menjanjikan dengan mengikuti keinginan konsumen. Dalam sistem yang bercokol hari ini yaitu kapitalisme, yang mana kepentingan profit dan besaran cuan yang didapat adalah prioritas utama bagi pelaku industri. Industri akan memproduksi produk makanan dan minuman yang digemari masyarakat. Targetnya adalah keuntungan sebanyak-banyaknya meskipun produksi besar-besaran yang dilakukan tanpa memperdulikan atau mengabaikan aspek kesehatan dan keamanan masyarakat.
Padahal, memastikan keamanan pangan dan obat yang beredar adalah tanggung jawab negara, termasuk produk yang berasal dari luar negeri. Namun, dalam negara yang menjalankan sistem sekuler kapitalis, hal ini bisa terabaikan mengingat peran negara bukan sebagai pengurus rakyat. Peran negara saat ini hanya sebagai regulator kepentingan para pemilik modal atau para kapital.
Sedangkan, negara dalam islam berperan penting dalam memastikan anak-anak dan generasi muda memiliki kehidupan yang sehat dan produktif setelah mereka dewasa. Negara dalam islam serius dalam menjamin seluruh urusan rakyat termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam produksi maupun peredaran. Prinsip halal dan thayyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamananan pangan dan obat. Sehingga, sangat dipastikan apa yang beredar pada rakyat adalah makanan yang halal dan tayyib. Apa yang dikonsumsi oleh rakyat tidak mendzolimi tubuhnya karena wajib bagi seorang muslim secara khusus untuk menjaga tubuhnya dan tidak mendzolimi tubuh pemberian Allah SWT, karena ini adalah salah satu bentuk konsekuensi keimanan kepada Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H