[caption id="attachment_133313" align="alignleft" width="300" caption="Air laut sejernih pualam, indah sekali"][/caption] Pantai biru jernih laksana kaca, pasir putih, semilir angin, dan tentu saja keheningan menjadi perpaduan sempurna di Pulau Lanjukang, 20 mil laut dari Makassar, Sulawesi Selatan. Untuk mencapai pulau eksotis ini, dari Jakarta kita dapat terbang ke Makassar dengan berbagai pilihan maskapai. Dari bandara Sultan Hasanuddin, tersedia banyak pilihan taksi untuk mencapai Pelabuhan Kayu Bangkoang, yang letaknya tak jauh dari Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar. Pelabuhan Kayu Bangkoang adalah dermaga kecil untuk penyebarangan ke pulau-pulau kecil di sekitar Makassar. Menuju ke tempat indah, perlu perjuangan. Yang pertama adalah rela berjuang melawan gelombang laut Selat Makassar selama 2-3 jam (tergantung cuaca) dengan perahu motor tempel. Tidak ada transportasi reguler ke sini, dan untuk menyewa perahu dibutuhkan biaya sekitar 1,3 juta pergi pulang. Satu perahu bisa memuat maksimal 7 orang, pas untuk rombongan kecil. Disarankan berangkat pada waktu pagi, karena laut biasanya lebih tenang bila dibandingkan dengan sore hari yang konon ombaknya bisa setinggi 2 meter atau lebih. Secara administratif, Pulau Lanjukang berada di Kelurahan Barrangcaddi, Kec. Ujung Tanah, Kota Makassar. Pulau ini tergolong sangat sepi, dengan luas sekitar 3,4 hektar, hanya dihuni 13 KK (45 jiwa). Jadi, sangat cocok bagi kita yang ingin sejenak melepaskan penat akibat hiruk pikuk rutinitas kerja. Nama Lanjukang berarti “Lanjutkan” karena sejak dulu hingga sekarang pulau ini adalah tempat transit para nelayan untuk beristirahat sebelum pulang. Yang unik, warga pulau Lanjukang relatif fasih berbahasa Indonesia sehingga para pelancong bisa berkomunikasi dengan nyaman. Namun, bagi yang suka berhalo-halo ria atau online, jangan harap dapat menemukan sinyal di sini, blank! Dengan pantai biru sejernih kaca, berenang dan snorkeling menjadi pilihan utama. Letaknya ada di bagian barat pulau. Tentu saja alat-alat harus dibawa dari Makassar karena di sini tidak ada tokonya. Saking jernihnya, barisan terumbu karang aneka ukuran sedalam 7 meter masih dapat terlihat jelas dari permukaan. Dijamin puas! Betapa tidak, berenang di pantai yang jernih dan sepi, serasa memiliki pantai pribadi (private beach). [caption id="attachment_133320" align="alignleft" width="300" caption="Menikmati matahari...serasa milik sendiri.."][/caption] Puas berenang, jangan lewatkan waktu untuk menyusuri pantai pasir putih yang masih perawan. Sensasi pasirnya cukup berbeda, tekstur pasirnya agak kasar, dan tebal. Setiap kali melangkah, kaki langsung terbenam hingga atas mata kaki. Hanya saja, kabarnya pada waktu tertentu, Pulau Lanjukang kerap ditumpuki sampah semisal potongan kayu/ daun cemara laut, utamanya pada musim barat dimana arus laut sedang besar. Menjelang sore, jangan lewatkan adegan matahari terbenam. Semburat merah di ufuk berpadu dengan birunya laut, menghasilkan warna-warna mistik yang mempesona. Kebetulan penulis mengunjungi pulau ini saat bulan Ramadhan, jadi sambil menikmati sunset, sambil ngabuburit. Hidangan berbuka berupa cumi dan ikan Katamba bakar dengan bonte (timun), paria (pare) dan lombok (sambal tomat), ditemani air kelapa muda terasa sangat nikmat. Lepas maghrib, langit bersih sudah penuh dengan bintang bertabur, pemandangan yang langka. Untuk akomodasi, di Pulau Lanjukang terdapat beberapa bungalow yang dikelola sebuah jaringan hotel di Makassar. Namun jika ingin lebih berkesan dan akrab, rumah-rumah penduduk juga dapat dimnfaatkan. Tarif bisa dibicarakan, yang jelas tidak akan memberatkan. Salah satu kendala di pulau adalah air bersih, karena di sini praktis mengandalkan air hujan, atau membeli dari Makassar. Sementara untuk penerangan, terdapat genset yang dihidupkan sejak jam 18.00 hingga 22.00 malam. Pelancong disarankan membawa air bersih sendiri secukupnya. Dilihat dari kondisinya, pulau Lanjukang masih terbuka untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata yang handal. Bagi yang mampu, masih terbuka lahan untuk membangun peristirahatan pribadi dengan pemandangan langsung laut lepas (ocean view) Tidak terasa, dua hari sudah penulis berada di Pulau Lanjukang. Saatnya bersiap kembali menjemput karunia Allah SWT melalui rutinitas harian. Perahu motor yang ditumpangi semakin jauh meninggalkan pulau, berayun melawan ombak Selat Makassar. Lama-lama pulau pun terlihat mengecil hingga akhirnya lepas dari pandangan [caption id="attachment_133326" align="alignleft" width="300" caption="Pulau terlihat dari jauh.. "][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H