Mohon tunggu...
Akhmad Rozi
Akhmad Rozi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bertutur sapa, berbagi pengetahuan. \r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meski Tubuh Tidak Sempurna, Hantarkan Anak ke Perguruan Tinggi

16 Desember 2011   17:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:10 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_156815" align="aligncenter" width="600" caption="Aban dengan Bengkel Uniknya, gb: Koleksi Akhmad rozi"][/caption]

Mempunyai tubuh yang tidak sempurna, bukan berarti menjadi alasan untuk menyerah kepada nasib, berpangku tangan atau  menyalahkan kepada takdir.  Itulah alasan yang dikemukakan oleh Aban (45), yang memiliki cacat tubuh sejak lahir, sehingga bisa menikmati kehidupan sebagaimana dijalani orang normal pada umumnya.  Ia kini memiliki sebuah usaha yang cukup memadai, yang ia sebut sebagai "bengkel berjalan".

Bengkel  unik karya Aban , tidaklah sama sebagaimana bengkel  sepeda motor pada umumnya, menempati sebuah ruko atau bangunan. Bengkel Aban,  berlokasi tidak menentu, lokasinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Peralatan bengkel dari mesin generator, mesin pompa dan segenap peralatan lengkap lainnya, ia bawa di atas sepeda motor yang didesain khusus.

Selain tempat yang didatangi berpindah-pindah.  Bengkel Aban, juga terima panggilan.. Pekerjaan servis yang ia jalani sudah meliputi kerusakan berat, kerusakan sedang, sampat tambal ban sekalipun, siap dilayani. Hanya saja, bila ada sparepart yang tidak ia memiliki, konsumen lah yang  ia minta membelikannya ke toko onderdil

Pekerjaan bengkel Aban berjalan ini, sudah dijalaninya lebih dari 10 tahun. Sebelumnya menggunakan kendaraan yang didesai khusus ini, ia sebenarnya sudah membuka bengkel berjalan, tetapi tidak dapat berjalan maksimal. Karena, peralatan yang dimilikinya pun terbatas, sehingga bengkel berjalan jilid satu sebelumnya, lebih banyak diisi dengan kegiatan tambal ban.

"Karena fasilitas tidak memadai, yang datang pun hanya orang yang hendak tambal ban. Meski sebenarnya, peralatan untuk tambal waktu itu pun masih terbatas, memakai pompa tangan. Pulang perginya pun harus naik ojek, sehingga biayanya membengkak", ujar Aban.

Dengan keterbatasan-keterbatasan, Bengkel Berjalan jilid satu ini, tetap ia tekuninya dengan baik. Ia bertekad dalam hati, suatu saat ingin membuat Bengkel Berjalan jilid dua, menggunakan kendaraan bermotor yang didesain khusus, yang diisi peralatan lengkap.

Dengan keyakinan yang mantap diserjati kerja keras tak mengenal lelah, impian Aban, terkabul. Ia akhirnya memiliki kendaraan yang didesain khusus, sesuai kondisi tubuhnya, serta bisa memuat peralatan bengkel yang lengkap. Sebelum menekuni pekerjaan bengkel sepeda motor, sebelum bengkel jilid satu, ia menjadi tukang jahit jaring ikan. Sampai pada suatu ketika ia ditawasi Kursus Bengkel Sepeda motor gratis yang diadakan Depnaker. "Setelah kursus itu, saya bertekad membuka bengkel, apapun keadaannya. Waktu itu, diberi beberapa alat  dan uang dari tempat kursus. Kalau tidak buka kursus, percuma saya ikut kursus. Maka saya memberanikan diri", ujarnya.

Saat ini Aban tinggal di Kampung Sawahan Kelurahan Pelaihari. Sebelumnya ia tinggal di Kecamatan Kintap (saat menjadi penjahit jaring ikan). Kedua kakinya mengalami kecacatan, sehingga pekerjaan yang dapat dijalaninya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan duduk. Ia dapat saja memindahkan tubuhnya dalam jarak pendek, tetapi dengan cara "ngesot". Itu yang dijalaninya saat "bertugas" melakukan pekerjaan service sepeda motor  sehari-hari. Pekerjaan ini benar-benar menjadi tulang punggung kehidupan keluarganya.

"Dengan pekerjaan sekarang ini, kebutuhan keluarga, bisa terpenuhi. Saya bisa hantarkan anak saya, sampai ke perguruan tinggi. Anak pertama saya,  sudah kuliah di IAIN. Dua semester lagi, sudah lulus. ", ujar Aban mengakhiri percakapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun