Mohon tunggu...
Akhmad Rozi
Akhmad Rozi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bertutur sapa, berbagi pengetahuan. \r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dilarang Meliput di Lapas/Rutan, Patrialis Akbar Meralat. Apa Gunanya?

4 Agustus 2011   17:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:05 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_123354" align="aligncenter" width="680" caption="Patrialis Akbar (Gb: Icha Rastika/Kompas.com)"][/caption] Tanpa aturan resmi sekalipun, pelarangan peliputan kerapkali dialami oleh para wartawan. Baik,  peliputan suatu acara, kondisi suatu kantor ataupun perusahaan dengan berbagai dalih yang terkadang terkesan mengada-ada. Ada beberapa kalimat yang biasanya disampaikan kepada wartawan: maaf acara keluarga tidak bisa diliput, maaf tidak diperkenankan untuk mengambil gambar, maaf ini acara resmi, dan lain sebagainya. Itu yang dilakukan dengan cara halus/sopan. Kalau yang agak kasar, biasanya berupa pengusiran, misalnya: pengusiran dua wartawan yang sedang meliput kegiatan Pemkot Batu Provinsi Jawa Timur, Liput TKI Tewas, wartawan diusir, Rekam adegan nyontek, wartawan diusir, Liput rekonstruksi kasus mafia pemilu di KPU, wartawan diusir, dan sebagainya. Kalau didaftar bisa banyak jumlahnya. Padahal tidak ada aturan resmi yang melarangnya. Bagaimana jika ada aturan resmi. Sebagaimana dirilis di website resmi Kemenkum dan HAM, disini, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM  mengeluarkan surat edaran Nomor PAS.HM.01.02.16 yang melarang  peliputan di Lapas/Rutan. Surat edaran tersebut di atas, terdiri dari tiga point. Point pentingnya terletak di point satu yang menyebutkan bahwa: "Setiap narapidana/tahanan tidak diperkenankan untuk melakukan wawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak maupun elektronik antara lain berupa wawancara, talk show, teleconference dan rekaman". Untuk  point kedua dan ketiga, kalau dilihat secara redaksional, barangkali hanya "ala kadarnya",  supaya tidak terlihat tendensius atau terkesan komprehensif, sebagai berikut:point kedua: "setiap Lapas/Rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan mengusik ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas/Rutan", Point ketiga: "peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat ijin dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM RI" Pelarangan sebagaimana dimaksudkan point satu, memang secara redaksional ditujukan kepada narapidana/tahanan. Tapi hakekatnya, percayalah bahwa larangan itu sebenarnya ditujukan kepada para wartawan. Hal ini dilakukan agar terlihat, sebagai hal ikhwal yang bersifat pengaturan ke dalam (internal). Karena kalimat "melakukan wawancara" lebih tepat bila "pelakunya" dilekatkan kepada para wartawan dibandingkan dengan para narapidana/tahanan sebagaimana disebutkan pada point satu tersebut di atas. Kemarin (4/7/2011) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar meralat ketentuan Direktorat Jenderal Permasyarakatan tersebut. Tetapi pada hakekatnya tidak jauh beranjak dari aturan yang diralatnya. Karena liputan yang dijalankan harus terlebih dahulu mengantongi ijin dari Ditjen Pemasyarakatan. Ijin ini menurut, Patrialis Akbar, agar pihaknya bisa mengetahui kepentingan wartawan meliput di penjara. Soal ini tentu saja tidak mudah, karena bisa menjadi alat untuk menolak ataupun mengusir wartawan yang akan melakukan peliputan di rutan/lapas. Jadi, apa gunanya diralat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun