[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Dok: kedubes RI di Kolombia via Kompas.com"][/caption] Setelah sukses malang melintang di berbagai negara, drama menghebohkan seputar pelarian M. Nazaruddin harus berakhir. Adalah Kota Cartagena Kolombia,  yang membuatnya harus bertekuk lutut, dan mengakhiri berbagai cerita di tengah persembunyiannya, karena kepolisian Kolombia, benar-benar menangkapnya. Sebagaimana disampaikan Menkopolhukkam, Djoko Suyanto  M Nazaruddin, berhasil ditangkap di Cartagena, Kolombia, Minggu (7/8/2011) malam. Nazaruddin  menggunakan paspor bernama M Syahruddin. Saat ditangkap, Nazaruddin tengah berusaha keluar dari negara tersebut. Penangkapan ini, menurut Djoko Suyanto, hasil kerja sama interpol, Polri, KPK, Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Luar Negeri. Berita penangkapan ini bagi publik tentu sangat menggembirakan dan membuat lega. Publik menyimak kisah-kisah Nazaruddin seperti menyimak sebuah cerita serial bersambung, yang selalu penasaran bagaimana akhir kisahnya. Rasa penasaran publik, setidaknya menjadi sedikit terobati. Karena kisah pelarian beberapa buron ke luar negeri selama ini, tak pernah ada ujung pangkalnya, raib begitu saja, hilang terbawa angin, lenyab terbuai malam. Dibilang sedikit mengobati rasa penasaran publik, karena meskipun kisah perjalanan Nazaruddin, diakhiri dengan peristiwa tragis dari pemeran utama, tetapi publik masih merasa samar alias belum haqul yaqin, apakah sosok Nazaruddin ini sejatinya sebagai pemain antagonis atau protagonis? Sosok Heroik, atau pecundang. Sosok yang sedang Frustasi, kelainan jiwa atau justru sosok yang jiwanya sedang bermetamorfosis menjadi sehat wal'afiat. Tampaknya Nazaruddin masih penuh misteri. Tidak saja, isi nyanyian yang dikumandangkan selama ini, tetapi sosok dirinya pun terkandung banyak misteri. Padahal, umurnya sangat muda belia. Dibilang, sedikit membuat lega publik karena bisa mengobati rasa penasaran, tentu tidak semua pihak. Sebagian pihak justru menjadikan peristiwa tertangkapnya Nazaruddin sebagai babak baru, babak yang menakutkan dalam hidupnya. Yaitu pihak-pihak yang selama ini, dicantumkan oleh Nazaruddin dalam bait-bait nyanyian yang ia kumandangkan dari tempat pelariannya, yang bila sesungguhnya benar adanya, tetapi tidak diakui sebenar-benarnya. Bagi pihak-pihak yang merasa disebut Nazarudin, yang dalam hati kecilnya mengakui sebagai sebuah kebenaran. Bisa jadi hari-hari ini dan seterusnya akan mengalami rasa was-was, jatungnya berdetak lebih kencang, tubuhnya meriang, demam tinggi, panas dan dingin. Waktu demi waktu, dilalui penuh ketakutan dan rasa cemas:"jangan-jangan aku ketahuan". Ujarnya dalam hati.  Fenomena seperti ini adalah wajar dan normal. Anehnya di negeri kita ini, bisa muncul manusia yang sungguh luar biasa. Bila ia seorang politisi, maka bolehlah ia disebut sebagai "Politisi Ndablek". Yang sebenarnya, dalam hatinya, mengakui kejahatan yang dilakukannya, tetapi ia bisa tampil mempesona. Meskipun kesaksian dan fakta-fakta tak terbantahkan, ia mampu melibas begitu saja, dengan kekuatan retorikanya. Kalau berkaca pada fenomena kasus yang paling mutahir, Mafia Pajak ataupun Mafia Pemilu misalnya, penggunaan kata-kata: "praduga tak bersalah, asas legalitas, hormati aparat penegak hukum, law inforcement menjadi kalimat keramat yang amat mujarab yang selalu dimunculkannya. Dalam hati kecilnya pun, ia sebenarnya malah sering tertawa, karena apa yang dilakukan terhadapnya, dengan gampang dipatahkannya. Dan Memang kelihatannya begitu adanya, kekuatan legal pun, belum tentu bisa mematahkannya. Masak Iya? Kita lihat saja, nantinya!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H