Mohon tunggu...
Akhmad Bahaudin Zuhri
Akhmad Bahaudin Zuhri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Perbankan Syariah: Benar Sesuai Syariah? Kok Sepi Peminat!

28 Mei 2024   22:15 Diperbarui: 28 Mei 2024   22:34 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah gempuran modernisasi dan globalisasi, perbankan syariah di Indonesia menghadapi dilema yang cukup pelik. Di satu sisi, bank syariah menawarkan sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, namun di sisi lain, peminatnya masih terbilang sepi. Pertanyaan yang sering muncul adalah, "Apakah bank syariah benar-benar sesuai dengan syariah?" dan "Mengapa masih sepi peminat?"

Perbankan syariah di Indonesia tidak hanya sekedar alternatif bagi sistem perbankan konvensional, tetapi juga merupakan manifestasi dari aplikasi nilai-nilai Islam dalam dunia keuangan. 

Prinsip-prinsip syariah yang menjadi fondasi operasional bank syariah melarang praktik MAGHRIB(Maysir, gharar, dan riba); Riba (bunga), Gharar (ketidakpastian), dan Maysir (Judi/spekulasi), yang semuanya dianggap dapat menyebabkan ketidakadilan dan kerusakan sosial. Riba, misalnya, dianggap sebagai praktik yang mengeksploitasi individu yang membutuhkan dana dengan mengenakan bunga yang berlebihan. 

Oleh karena itu, bank syariah menggantikan sistem bunga dengan sistem bagi hasil, di mana keuntungan dan risiko dibagi antara bank dan nasabah sesuai dengan kesepakatan yang adil dan transparan. 

Gharar sering terkait dengan ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam kontrak, yang bisa menyebabkan salah satu pihak dirugikan. Bank syariah menghindari produk yang mengandung gharar dengan memastikan semua syarat dan kondisi transaksi dijelaskan dengan rinci dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat. 

Maysir atau Judi/spekulasi, di sisi lain dianggap sebagai bentuk perjudian yang bisa menyebabkan kerugian besar bagi individu dan masyarakat. Produk perbankan syariah dirancang untuk menghindari spekulasi dan lebih fokus pada investasi dalam aset nyata dan aktivitas ekonomi produktif.

Produk-produk seperti murabahah (penjualan dengan keuntungan yang disepakati), mudharabah (kerjasama usaha dengan bagi hasil), dan musyarakah (pembiayaan bersama) adalah beberapa contoh dari solusi finansial yang ditawarkan oleh bank syariah yang sesuai dengan prinsip syariah. Produk-produk ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan finansial tanpa melanggar hukum Islam, dengan memberikan alternatif yang etis dan adil bagi masyarakat. 

Penguatan payung hukum yang signifikan terjadi dengan ditetapkannya UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini tidak hanya memberikan kerangka kerja hukum yang jelas bagi bank syariah untuk beroperasi tetapi juga menegaskan komitmen Indonesia untuk mengembangkan sektor keuangan yang inklusif dan sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Dengan demikian, perbankan syariah di Indonesia berusaha keras untuk memastikan bahwa setiap produk dan layanan yang ditawarkan tidak hanya sesuai dengan syariah tetapi juga relevan dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Ini adalah upaya yang berkelanjutan untuk menjembatani kesenjangan antara prinsip syariah dan kebutuhan finansial modern, dengan tujuan untuk menciptakan sistem perbankan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Sejak diberlakukannya UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengindikasikan bahwa kontribusi perbankan syariah terhadap total aset industri perbankan di Indonesia telah melebihi 6%. Angka ini mencerminkan pertumbuhan yang tidak hanya impresif tetapi juga menandakan adanya potensi besar yang belum sepenuhnya tergali. 

Pertumbuhan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk peningkatan kesadaran masyarakat tentang keuangan syariah dan keinginan untuk bertransaksi sesuai dengan prinsip Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun