Mohon tunggu...
akhmad shobirin
akhmad shobirin Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mahasiswa semester 4 yang sedang dihujani dengan tugas yang banyak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perdagangan Ilegal Satwa Liar di Indonesia: Penyebab dan Cara untuk Meminimalisir Perdagangan Ilegal Satwa Liar

6 Mei 2024   03:45 Diperbarui: 6 Mei 2024   07:19 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perdagangan ilegal satwa liar atau disingkat PISL adalah nama yang secara umum digunakan untuk merujuk kejahatan perdagangan satwa atau poaching yang didefinisikan sebagai praktik ilegal atau bentuk kejahatan (pelanggaran hukum) dan pelanggaran hak-hak satwa (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016 : 12). Perdagangan satwa ilegal merupan suatu proses perburuan, pengangkutan, penyiksaan/pembunuhan, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan, hingga penerimaan satwa liar untuk mendapat keuntungan atau eksploitasi. sebutan untuk pelaku yang melakukan aksi perdagangan satwa liar disebut Poachers, tidak dipungkiri manusia merupakan ancamandan pelaku utama dalam perdagangan satwa liar dan kepunahan satwa liar.alasan perdagangan satwa liar dianggap kejahatan biasa oleh kebanyakan orang dikarenakan tidak semenakutkan seperti kasush kejahatan lainnya seperti pembunuhan dan perampokan. Kebanyakan masyarakat masih memlihara satwa liar dan bahkan satwa liar yang dilindungi atau terancam punah berbagai alasan kenapa masyarakat memlihara satwa liar diantara lain untuk menunjukan kecintaannya pada satwa liar tersebut, hobi dan untuk menunjukan status sosial nya. Memelihara satwa liar yang dilindungi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan tindakan kejahatan yang dapat di pidana. Konsep yang benar dalam menyayangi satwa liar adalah dengan membiarkan satwa liar hidup dihabitatnya dan menjaga keutuhan ekosistem satwa liar serta menanamkan konsep ini kepada anak-anak sejak usia dini agar kelak anak-anak memahami dan mengapresiasi satwa liar yang dilindungi menjadi bagian penting dari keutuhan ekosistem habitat (Guntur dan syahril 2019, h.180). 

Di Indonesia sendiri telah memasuki krisis yang dimana krisis ini mengancam keberlangsungan kehidupan satwa liar yang langka dan juga dilindungi. Setiap tahun, satwa-satwa liar kehilangan ratusan hektar hutan yang menjadi tempat tinggal dan habitatnya dikarenakan berbagai macam aktifitas manusia seperti ilegal logging, deforestasi, penggunaan Kawasan hutan non-prosedural, perluasan permukiman dan kebakaran hutan. Berdasarkan hasil studi PROFAUNA 95% satwa yang dijual di pasar adala bukan dari hasil penangkaran, melainkan tangkapan dari alam atau perburuan ilegal (Profauna, 2015). 

Menurut Alvian Sulaiman Harahap., S.H., M.H. Kepala Seksi Penyidikan Pembalakan Liar dan Kejahatan Keanekaragaman Hayati Wilayah 2, Faktor penyebab terjadinya perdagangan ilegal satwa liar adalah sebagai berikut : 

  • ekonomi

faktor pertama yang mempengaruhi perdagangan satwa liar ialah ekonomi. Indonesia sendiri termasuk pengirim, transit maupun penerima komoditi satwa liar, setiap tahun tejadi jual beli ribuan kilogram gading gajah sumatera yang dilakukan pemburu dan cukong. jual beli ini tidak terjadi pada gajah sumatera saja tetapi juga pada satwa liar lain seperti harimau, orang utan, penyu dan satwa liar langka lainnya. berikut beberapa faktor ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya perdagangan satwa liar diantara lainnya semakin langka satwa liar yang diperjual belikan maka semakin mahal juga harganya, memliki daya tarik yang bisa dieksplotasi dan dijadikan hiburan dan diberikan tarif khusus seperti aksi topeng monyet, dan dapat dijadikan bahan narkoba yang harganya sangat fantastis salah satu hewan yang dapat dijadikan bahan baku narkoba ialah trenggiling  dimulai dari daging dan sisik trenggiling yang dipakai sebagai campuran obat bius dan merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika zat Aktif Tramadol HCL yang terdapat pada psikotropika jenis sabu-sabu. (Guntur dan syahril 2019, h.181).  

  • lingkungan

di indonesia kebudayaan dan sosial mempengaruhi perlindungan satwa liar yang dimana lingkungan tersebut mewajarkan perburuan satwa langka tersebut untuk kerajinan tangan dan untuk dikonsumsi sendiri contohnya seperti gading gajah yang di ukir kemudian mengkonsumsi testis harimau yang dipercaya untuk meningkatkan gairah seksual kemudian mengganti fungsi hutan yang menjadi tempat tinggal untuk satwa liar yang diubah menjadi kebun sawit, tanaman industri dan pertambangan yang membuat satwa liar kehilangan habitatnya kemudian masuk kedalam kawasan tersebut dan dianggap sebagai hama yang harus diusir dan juga bahkan dibunuh. 

dua faktor diatas merupakan penyebab terjadinya perdagangan satwa liar yang langka. perdagangan satwa liar langka bisa ditanggulangi dan  menekan angka perdagangan satwa liar dengan beberapa cara berikut. pemerintah seharusnya mulai membuat atau merivisi peraturan dan perundang undangan untuk memberikan efek jera terhadapa pelaku kejahatan perdagangan satwa liar. hal ini bisa dilihat pada UU No.5 Tahun 1990 yang dimana sebelum revisi  UU No.5 Tahun 1990 berupa hukuman kurungan maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak 200 juta menjadi ancaman pidana paling sedikit 1 tahun dan paling lama 6 tahun dengan denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 10 Milliar. meningkatkan sarana dan prasarana untuk menegakan hukum yang menyangkut perdagangan satwa liar agar bisa menyelesaikan secara maksimal perdagangan satwa liar hal ini dipengaruhi oleh kurangnya anggaran yang didapat penegak hukum yang membuat kurangnya penanganan dalam menangani perdagangan satwa liar dan minimnya pembangunan pelabuhan dan bandara di titik merah perdagngan ilegal satwa liar dan mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa mereka juga mempunyai peran penting dalam pengurangan perdagangan satwa liar dimulai dari tidak membeli satwa liar, melaporkan kepada pihak yang berwajib jika melihat perdagangan dan pemeliharaan satwa liar kepada pihak yang berwajib dan kemudian masyarakat tidak menganggap satwa liar sebagai hama di daerah perkebunan dan daerah pertambangan jikapun masyarakat melihat satwa liar langka segera lapor kepada pihak yang berwajib agar tidak mengalami kepunahan terhadapa satwa liar tersebut 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun