[caption id="attachment_287382" align="alignnone" width="640" caption=""][/caption]
Masbro Gondoruwo begitu muncul langsung senyum-senyum. Wajahnya yang sangar dan sadis tampak kini mulai sedikit manis. Kayaknya makhluk apa pun kalau senyum memang manis.
“Masbro Gondo kenapa senyum-senyum begitu?” aku serta-merta langsung bertanya.
“Mau tahu aja atau mau tahu banget?” Masbro Gondoruwo balik bertanya dengan masih menyungging senyum, senyum khas sesosok makhluk lelembut jadi-jadian yang kini tampak mulai lebay menirukan bahasa gaul gaya anak muda jaman sekarang.
Aku mendelik, meski biji bola mataku kecil tapi aku mencoba untuk berani memelototinya,tapi tentu saja karena intensitas daya keakraban di antara kami yang sudah dekat.
“Maaf, Jon, aku becanda, hehehe..., “Masbro Gondoruwo terkekeh-kekeh memunculkan gigi-gigi taringnya, tapi sebentar kemudian membeberkan, “Bagaimana aku tidak senyum-senyum kalau aku mendengar berita ada daftar pemilih siluman di daftar pemilih Pemilu 2014.”
“Masbro Gondo ngacau ah!” aku membantah dan kemudian menerangkan, “Daftar pemilih siluman itu hanya istilah kiasan saja, bukan arti sebenarnya. Memangnya kalau siluman didaftar sebagai pemilih Pemilu, Masbro Gondo mau ikut pemilu?”
“Mau dong ah,” ucap Masbro Gondoruwo mendesah menirukan perempuan ganjen.
“Huh dasar makhluk lelembut ganjen!”
“Iiih...,” Masbro Gondoruwo kini mencubit aku dengan jemari tangannya dilentik-lentikkan, kali ini boleh juga dapat meniru gaya ala banci yang kerap terlihat di sinetron-sinetron di televisi.
“Konon katanya banyak nama orang di Daftar Pemilih Sementara 2014 yang setelah dicek tidak ditemukan identitas orangnya jadi daftar orang-orang seperti itu termasuk daftar pemilih siluman. Oleh karena itu KPU kemudian menunda pengumuman Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014. Jika data Daftar Pemilih Sementara belum akurat ya memang baiknya ditunda saja!” aku mencoba secara singkat menerangkan perihal daftar pemilih siluman.
Masbro Gondoruwo tampak mengangguk-angguk dan kemudian langsung berkomentar, “Repot juga kalau mau Pemilu harus mendata semua penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan juta.”
“Tidak semua dong, karena yang ikut Pemilu tentu bagi orang yang sudah berumur 17 tahun ke atas dan sudah punya KTP tentunya.”
“Tapi kan banyak orang yang punya KTP ganda.”
“Sebenarnya kalau program E-KTP selesai tentu tidak ada orang yang ber-KTP ganda.”
“Memangnya belum selesai?””
“Auk ah gelap.”
“Lho ditanya serius kok begitu jawabnya.”
“Kayaknya sih program E-KTP belum selesai karena memang repot juga membuat E-KTP untuk seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan juta.”
“Tapi aku heran di negaramu, negara Indonesia, kok selalu begitu terus, sudah berapa kali Pemilu sejak Pemilu tahun 1955 tapi masih saja negaranya tidak terurus, tampak masih semrawut gitu, bahkan banyak pejabat yang menyeleweng, banyak sekali yang korupsi“ ucap Masbro Gondoruwo dengan kemudian cepat-cepat disertai permintaan pemakluman, “Eit, tapi kamu marah gitu, Jon, bukan aku yang bicara, tapi kenyataan yang bicara.”
“Hmmm Masbro selalu saja sinis begitu,” aku mencoba bersabar, “Memang kami mengakui negaraku banyak pejabatnya yang korupsi, tapi tentu banyak juga pejabat yang bersih.”
“Pejabat yang masih bersih itu mungkin karena belum ada kesempatan untuk korupsi, “ sela Masbro Gondo tampak semakin sinis.
Aku menghela napas, masih tetap bersabar, “Jangan berprasangka buruk begitu. Karena aku masih percaya masih banyak pejabat yang bersih dan tak mau korupsi.”
“Ya, ya, aku hormati nasionalisme-mu pada negaramu begitu tinggi.”
“Cinta tanah air sebagian dari iman.”
Selang beberapa kami berdua terdiam. Tapi mengingat kembali tentang pemilih siluman membuat aku geli jadi senyum-senyum sendiri. Tampaknya Masbro Gondoruwo tahu betul apa yang sedang aku ingat tentang pemilih siluman sehingga kemudian dia mendehem. Ups, aku menahan senyum sebisa mungkin.
“Masbro Gindo udah lupa nih dengan Nyi Roro Kidul, ups, maaf, maksudku Bunda Putri?” aku bertanya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
“Buat apa aku memikirkan misteri keberadaan Bunda Putri karena toh kamu sendiri yang jadi warga negaranya apatis begitu. Tapi meski aku makhluk lelembut tidak tahu tuh siapa sebenarnya Bunda Putri yang dimaksudkan para elite di atas sana karena hal-hal sepele di negaramu itu selalu dibesar-besarkan,” jawab Masbro Gondroruwo melebar-melebar seperti ular.
Aku mengangguk-angguk meng-iya-kan pendapat Mas bro Gondoruwo itu.
“Eh, tapi kalau mengenai Pemilu, mengapa harus terus dilakukan kalau ujung-ujungnya sudah tahu yang menjadi legislatif itu hanya orang-orang yang berduit. Sesekali yang duduk di legislatif itu orang-orang kecil, seperti tukang bajaj atau tukang ojek atau tukang bubur, yang tiap hari mangkal di pinggir jalan jadi sebenarnya justru mereka itulah yang tahu sebenarnya permasalahan di masyarakat, ” tutur Masbro Gondo begitu sangat serius persis seperti para pengamat politik yang ada di televisi.
“Ah, Masbro Gondo tidak tahu saja betapa mahalnya kursi legislatif di negaraku.”
“Kalau itu anak kecil juga tahu, Jon.”
“Jangankan jabatan legislatif, karena jabatan kepala desa saja bisa mencapai M-M-an.”
“Mengapa Pemilu tidak dilakukan via SMS atau apalah yang lebih hemat gitu daripada pakai kertas yang biayanya M-M-an,”
“Hahaha, Masbro Gondo itu idenya selalu nyleneh, memangnya Pemilu itu sama seperti ajang pencarian bakat.”
“Bisa dikatakan sama juga, Pemilu itu ajang pencarian jabatan.”
“Coba Masbro Gondo usul sendiri sana ke KPU.”
“Kamu itu Jon, kalau aku yang datang ke KPU bakal jadi berita besar, Gondoruwo menyatroni KPU, kenapa bukan kamu saja, Jon, sebagai sesama manusia yang datang ke KPU.”
“Kalau usul ide ke KPU tentu banyak prosedur, harus ini-itu, rapat ini-itu, kepres ini-itu....”
“Sudah, Jon, kamu itu banyak alasan, “ ucap Masbro Gondoruwo langsung menghilang begitu ceoat.
Sebenarnya, aku masih mau lebih banyak lagi menerangkan duduk permasalahan mengenai Pemilu yang tidak bisa asal ini-itu seperti Masbro Gondoruwo yang sesuka hati datang dan pergi. Namanya saja makhluk tentu bebas saja. Tidak ada peraturan yang mengingat. Kalau sudah demikian aku merasai diri jadi manusia itu susah juga ya karena memang banyak sekali aturannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H