Malam di masjid terasa begitu hidup meski dihiasi suasana tenang dan damai. Cahaya lampu masjid memancarkan sinar keemasan, menerangi halaman dan ruang-ruang utama, menambah keagungan dan ketenangan bangunan suci ini. Di luar ruangan, udara malam yang sejuk menyelusup, membawa kedamaian tersendiri di tengah kegiatan yang tetap berlangsung di sekitar masjid.
Di sudut masjid, terlihat sekelompok ustadz dan santri yang sedang berkumpul dengan pakaian islami yang mereka kenakan, kegiatan ini berlangsung seperti biasanya yaitu setelah berziarah ke makam pendiri pondok pesantrennya. Terhidang beberapa kresek gorengan dan kopi dengan rokok yang berkobar Baranya di tangan beberapa santri terlihat begitu menikmatinya. Sambil duduk bersila di teras masjid mereka memperbincangkan berbagai hal dengan penuh antusiasme. Wajah-wajah mereka tampak serius namun diselingi senyuman dan tawa ringan. Ustadz mengawali perbincangan hangat malam itu, membimbing dengan kata-kata bijak, memberikan nasihat dan pengetahuan yang bermanfaat. Sering kali para santri mendengarkan dengan khusyuk, kadang-kadang mereka bertanya atau memberikan pendapat, membuat suasana perbincangan semakin hangat dan penuh makna.
Dari kejauhan, terdengar suara lembut orang orang yang sedang melantunkan Al-Qur'an, suaranya merambat ke seluruh ruang masjid, seakan menyatukan semua hati yang hadir di dalamnya. Di sela-sela obrolan, terdengar pula lantunan dzikir lirih dari sudut lain, mengingatkan setiap jiwa akan kebesaran Allah yang senantiasa menemani.
Dalam kebersamaan ini, terlihat rasa hormat dan kepatuhan yang mendalam dari para santri terhadap ustadz mereka. Setiap kata yang keluar dari lisan ustadz diresapi, menjadi pengajaran yang akan tertanam kuat di hati mereka. Ustadz pun tampak penuh kasih sayang dan sabar membimbing, seolah-olah para santri ini adalah anak-anak mereka sendiri. Keakraban dan kebersamaan ini menciptakan suasana malam di masjid yang terasa begitu istimewa, penuh ketenangan dan keberkahan.
Berdasarkan pengamatan saya, interaksi antara ustadz dan santri mencerminkan hubungan yang penuh penghormatan, keilmuan, dan kesederhanaan. Perbincangan mereka mengarah pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai agama dan tradisi yang mereka anut. Ustadz dan santri cenderung berinteraksi dengan sopan dan tenang, sebuah tindakan yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam yang mengajarkan tawaduk dan tadzim pada guru. Ustadz sebagai pengajar memberi bimbingan dengan kata-kata bijak dan nasihat yang menekankan adab serta nilai moral. Santri, sebagai murid, menunjukkan rasa hormat yang tinggi melalui sikap patuh dan antusiasme dalam menyimak.
Adapun objek-objek seperti Al-Qur'an menjadi simbol sakral yang tidak hanya dilihat sebagai benda, tetapi juga sebagai sumber utama ilmu dan petunjuk hidup. Para santri memperlakukan Al-Qur'an dengan hormat, meletakkannya di tempat khusus, serta membacanya dengan khusyuk sebagai wujud cinta pada ilmu dan tuntunan hidup yang diturunkan oleh Allah.
Identitas masjid sebagai tempat ibadah dan belajar terpenuhi melalui interaksi yang sesuai nilai-nilai agama. Para ustadz mengenakan sarung batik dan pakaian islaminya, sementara santri memakai sarung atau baju koko dan peci, melambangkan kesederhanaan dan ketaatan pada tradisi. Mereka menjaga suasana masjid dengan tidak berbicara keras, menjaga adab, serta memperhatikan kebersihan tempat. Semua tindakan ini sesuai dengan simbol masjid sebagai ruang suci yang damai, tempat mendekatkan diri pada Allah dan memperkuat ilmu serta hubungan antar-sesama.
Bisa saya simpulkan bahwa Interaksi ini memperlihatkan bahwa tindakan mereka bukan hanya sekedar rutinitas, tetapi didasari pemahaman mendalam tentang keilmuan juga makna masjid dan identitas keislaman mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H