KULTUR, STEREOTIP, DAN FALSAFAH MADURA: DEKONSTRUKSI
..."jujur, pasabber, pabennyak kancah, paloman. Reng madureh paste eperhitungagin teros ben esenggani, mon ghellem ebebenah orang, benni rende abe; tape' rende  ateh..." Adagium berbahasa madura memiliki nilai dedikasi kehidupan berkarakter atas hidup masyarakat madura---yang dikenal sebagai orang perantau, dan perlu mempraktikkan, yang di atas---yang penuh dengan nilai filosofis.
Sebagai seorang perantau yang menimba ilmu di luar daerah sendiri, kita akan punya semangat tinggi untuk melakukan cara bertahan hidup semangat paling dasar, serta cara menjalani hidup, yang berbeda. Semangat etos kerja yang sangat dibutuhkan sangat ekstra akan membukakan pola pikir dan bertindak berbeda. narasi di atas menunjukkan pola hidup kita semua sebagai masyarakat---yang berposisi sebagai mahasiswa mencari ilmu sebagai tujuan utama.Â
Selain itu juga perlu membangun relasi atau  nyareh' kancah sebanyak, ghebey kebutuhan odik. Kalau filsuf Yunani Aristoteles pernah menuliskan, kita sebagai zoon politicon (makhluk sosial). Jauh sebelum itu masyarakat Madura sudah mengenal bahkan menjunjung tinggi kekerabatan sebagai tujuan utama "settong dhere" representasi dari makhluk yang butuh sosial.
Dalam hemat saya secara subjektif dan sifatnya adalah asumsi. Kata Madura secara etimologi, merupakan terdiri dari kata 'madu' dan 'ara-ara', kalau dipadukan dua kata tersebut jadi 'Madura'. Kata 'Madura' tidak hanya berfungsi sebagai nama saja. Akan tetapi, lebih dari sekedar nama---Madura punya makna secara filosofis---yang sangat menggambarkan pola hidup serta bagaimana masyarakat Madura hidup di perantauan. Jika direduksi secara fenomenologi sangat jelas secara praktik-praktik dilakukan masyarakat kita.[2]
Pada konteks di atas, akan diambil dulu makna sacara semantik bahasa. Kata "madu" memiliki interpretasi sebuah benda yang manis atau bahan alami yang memiliki rasa manis. Secara fungsi akan banyak manfaat serta punya unsur menjadi obat. Jika kita reduksi kata ini dalam pandangan filosofis untuk cara hidup kita sehari-hari tentu akan sangat bisa kalau kita orang Madura ini akan menjadi orang yang bermanfaat dan menjadi obat.Â
Sesuai dengan interpretasi kata 'madu'. Sedangkan kalau kata 'ara-ara' dalam bahasa sederhana ditemukan dalam pemahaman sederhana ada dua interpretasi; 1) berupa tempat yang gersang, 2) ara pohon jenis fikus yang banyak getahnya, banyak macamnya, ada yang berupa pohon, tumbuhan perdu, tumbuhan memanjat, seperti; akar, batu, dan burung. Memandang makna secara semantik tersebut, sesuai kita dalam praktik-praktik dalam kehidupan.Â
Kalau memilih untuk hidup seperti 'ara-ara' dengan definisi di atas sudah jelas kita akan menganut dari dua pengertian di atas: menjadi orang kasar sebagai representasi dari tanah gersang, dan menjadi orang yang keras kepala mendahului ego.
Asumsi di atas bukan kita amini, ini bentuk fenomenologi saja secara reflektif dan kajian secara analisis sosial secara sederhana. Kalau dikaji bentuk kajian analitik secara sekunder, karena buku yang mendukung masih belum ditemukan secara spesifik. Namun penting kita renungkan akan kebenaran serta apa hanya mendekati kebenaran serta bersifat cocok-cocoklogi. Walaupun nanti secara trivial dibuktikan akan siap dikoreksi serta dicari lagi  kebenarannya.
MADURA, MASYARAKAT, DAN STEREOTIP Â