Apa yang kita capai pada masa lalu adalah hal penting, namun tidak berarti itu sepenuhnya menentukan apa yang akan kita capai di masa yang akan datang.
Di awal perkuliahan, selalu saja saya akan menyinggung soal prestasi. Tujuannya, untuk mendapatkan peta, tentu saja peta mahasiswa yang berprestasi dan tidak, pada masa sebelum menjadi mahasiswa.Â
Lebih lanjut, tujuan saya bukan untuk melakukan grading, membedakan atau justru mengincar partner untuk riset, namun lebih pada membantu semua mahasiswa untuk sadar (aware) bahwa posisi masa lalu bisa saja berbeda, nyatanya mereka sekarang berada pada kelas yang sama.Â
Artinya, saya ingin mahasiswa tahu bahwa tidak sepenuhnya masa yang akan datang ditentukan oleh capaian masa lalu, namun lebih pada proses berkelanjutan yang bisa saja dimulai saat ini. Hal tersebut saya lakukan terus menerus karena saya melihat tren bahwa mahasiswa yang nantinya akan berprestasi adalah mahasiswa yang dulunya berprestasi.
Apakah hal tersebut keliru? Tentu tidak. Namun mestinya tidak selalu seperti itu. Pertanyaannya adalah mengapa itu selalu terjadi? Bisa jadi ini adalah faktor ketidaktahuan kita tentang potensi otak setiap manusia. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan memberikan banyak informasi kepada kita tentang apapun.Â
Kali ini kita berbicara tentang potensi manusia, dengan otaknya. Neorologi --sebagai ilmu yang berbicara tentang sistem saraf manusia, telah memeberitahu kita bahwa otak manusia mampu beradaptasi dan berubah.Â
Artinya, kita, manusia dapat memulai kapanpun untuk meningkatkan kompetensi kita, karena otak kita memungkinkan untuk itu. Istilah tersebut sering dikenal dengan neuroplastisitas (neuroplasticity).
Kapan Istilah Neuroplastisitas Ditemukan?
Psikiater Norman Doidge melakukan riset menelusuri keyakinan dan praktek ilmu pengetahuan tentang otak manusia. Hasil riset tersebut kemudian ia terbitkan tahun 2007 dalam buku The Brain that Changes Itself: Stories of Personal Triumph From the Frontiers of Brain Science. Buku ini menarik, karena memberikan informasi mengapa manusia percaya bahwa kapasitas otak itu tidak berubah dan tidak mampu berubah setelah manusia dewasa.Â
Menurutnya ada tiga hal yang menyebabkan keyakinan tersebut, pertama adalah keyakinan kuno bahwa otak sangat mirip dengan mesin yang luar biasa, mampu melakukan hal-hal menakjubkan namun tidak mampu tumbuh dan berubah.Â