Mendeteksi bakat mungkin merupakan salah satu pekerjaan paling menarik, menantang dan bisa mengubah sejarah dunia. Ini sangat bergantung dengan bagaimana kita medefinisikan bakat.Â
Menentukan apakah anak berbakat atau tidak bukanlah hal yang mudah. Pada tulisan saya sebelumnya, kita sedikit banyak tahu apakah kemampuan membaca dan prestasi di sekolah adalah tanda keberbakatan anak. Pertanyaan kemudian muncul dari banyak pihak, tentang karakteristik umum anak berbakat. Selain itu, banyak juga yang menanyakan persentase anak berbakat dari populasi dan tentunya, ada berapa domain (bidang) bakat anak.
Beda Definisi Beda Identifikasi
Mengidentifikasi sesuatu sangat bergantung dengan bagaimana kita mendefinisikannya. Kita tahu, bahwa definisi bakat sangat luas dan sulit menemukan definisi yang disepakati oleh semua hali. Sedikit banyak saya telah menyinggungnya dalam tulisan sebelumnya. Istilah berbakat (gifted) pertama kali digunakan oleh Francis Galton tahun 1869 untuk mengidentifikasi anak-anak keturunan dari orang-orang berprestasi dan berkontribusi (memiliki temuan) untuk masyarakat. Jelas definisi ini sangat tendensius bahkan bisa dikatakan rasis jika tolok ukurnya adalah masyarakat barat sebagai pusat peradaban.
Kemudian, Lewis Terman dan tim memperluas istilah bakat pada tahun 1900-an dengan menggunakan ukuran Intelligence Quotient (IQ). Mereka menyebut anak-anak dengan IQ di atas 140 adalah anak-anak yang dianggap berbakat. Berbagai masalah dengan otentitas hasil tes IQ mendorong Leta Hollingworth memperluas definisi bakat bukan hanya pada domain IQ saja, namun bisa jadi pada domain lainnya.
Definisi menarik lainnya datang dari Francoys Gagn yang menyebut anak berbakat sebagai anak yang mempunyai kemampuan alami dan mampu memperlihatkan kemampuan tersebut dengan baik meskipun belum terlatih. Gagne menitikberatkan kemampuan alamiah anak berbakat dapat dimunculkan secara spontan setidaknya dalam satu domain. Hasil spontanitas anak-anak berbakat dalam memperlihatkan kemampuannya ketika dilihat dalam populasi (anak sebaya) menempatkannya dalam 5-10% teratas.
Terakhir, kita juga perlu menengok definisi dari National Association for Gifted Children (NAGC) di Amerika Serikat. NAGC menyebut anak berbakat sebagai anak yang memberikan bukti kemampuan berprestasi tinggi dan jauh di atas norma seusia mereka dalam bidang-bidang seperti kapasitas intelektual, kreatif, artistik, atau kepemimpinan, atau dalam bidang akademik tertentu. Anak-anak tersebut dianggap membutuhkan layanan atau kegiatan yang biasanya tidak disediakan oleh sekolah untuk mengembangkan kemampuannya secara penuh di masa yang akan datang.
Melihat bagaimana para ahli mendefinisikan bakat, maka kita akan tahu bagaimana kita menilai anak berbakat. Jika kita hanya berfokus pada definisi Galton, maka akan banyak anak-anak berbakat yang bisa jadi tidak terdeteksi, karena definisinya hanya berfokus pada keturunan orang-orang yang memiliki pencapaian fundamental dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dalam definisi Terman, karakteristik tes IQ dan objektifitas hasilnya dipertanyakan dalam budaya yang berbeda. Hollingworth dan Gagne menjadi angin segar karena anak berbakat disebut tidak terikat hanya pada genetika dan pada domain standar tes IQ. Kedua ahli tersebut membawa era baru bagaimana menilai dan melihat karakteristik bakat dalam banyak domain kehidupan.
Karakteristik Kognitif Anak Berbakat
Sejauh ini, berbagai macam tes IQ digunakan untuk mendeteksi karakteristik umum anak berbakat dalam bidang kognitif. Anak berbakat biasanya mendapatkan skor IQ yang jauh lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka, atau di atas 140. Skor tersebut mencerminkan tingginya perkembangan bahasa tingkat lanjut, pemikiran abstrak, dan kemampuan memori tingkat lanjut.