Kejutan apalagi yang bisa kita saksikan? Kita tidak bisa mengelak dari pertanyaan tersebut setiap musim baru kompetisi sepak bola Eropa akan bergulir. Selalu menarik bagi setiap manusia untuk memprediksi apa yang akan terjadi, terlebih memprediksi hal-hal yang luput dari prediksi kebanyakan pengamat. Liga Inggris akan bergulir tiga pekan lalu, dilanjutkan liga-liga lainnya.
Baru tiga pekan, Liga Inggris telah mempertontonkan hal yang tidak pernah terjadi dalam sejarah sejak format liga berubah tahun 1991. Hanya dua tim dari keseluruhan peserta yang belum pernah meraih kemenangan. Ingat, sekali lagi ini baru pekan ketiga.Â
Menurut catatan Opta, hal tersebut terakhir terjadi pada musim 1955-1956. Jika melihat dari raihan poin, catatan bahwa lebih dari 18 tim telah mengantongi minimal 3 poin terakhir terjadi pada tahun 1981-1982.Â
Hanya Wolves dan Watford yang belum mencicipi kemenangan. Mengingat pekan selanjutnya Watford akan berhadapan dengan Newcastle dan Wolves akan dijamu Everton, akansangat menarik jika keduanya berhasil mendulang angka penuh, pekan keempat dan kesemua tim telah mencicipi kemenangan.
Menilik liga besar Eropa, hanya Serie A yang tidak mengawalinya dengan gebrakan. Ajax memulai kampanye dengan susah payah menahan imbang Vitesse. Penguasa Jerman, Bayern harus puas dengan raihan imbang dengan Hertha Berlin.Â
Di Prancis, PSG langsung tumbang oleh tim yang diperkuat bocah 16 tahun Eduardo Camavinga, Rennes. Manchester Biru dengan segala dominasinya juga harus rela kemenangannya digagalkan oleh VAR saat menjamu Tottenham. Praktis, hanya Juventus yang masih hoki dengan mengais sebiji gol saat jumpa Parma.
Jadi apa artinya semua ini?Â
Terlalu awal untuk memprediksi kejutan lebih lanjut, seperti terakhir kali Leicester melakukan di Inggris. Namun, bukankah kita menyukainya? Jawaban paling sederhana dari arti semuanya adalah kekuatan sepakbola telah merata. Minimal kita bisa menyaksikan klub yang tengah dilanda banyak masalah seperti Newcastle, dapat menjungkalkan unggulan dan juga runner up Liga Champions tahun kemarin, Tottenham. Cristal Palace menegakkan dada di kandang Setan Merah hanya berselang enam hari setelah mereka hancur oleh tim promosi Sheffield.
Setidaknya kompetisi di Inggris berjalan lebih ketat, tentu kita berharap juga di liga lainnya. Piring kompetisi terisi penuh dengan hidangan yang siap memanjakan lidah penikmatnya.Â
Jika biasanya lauk berdiri di pojokan piring sebagai mahkota hidangan, sekarang semua piring seolah berisi lauk pauk. Tercampur dan susah memilah, memprediksi mana yang lebih enak (dominan) serta mana yang harus kita abaikan untuk tidak kita konsumsi. Prediksi menjadi kacau, lagi pula, bukankah kita juga menyukai prediksi akan gagalnya prediksi?