Apakah gaya belajar merupakan perilaku tetap?
Ahli psikologi Robert J. Sternberg (1994) menyebut gaya belajar bukanlah kemampuan seseorang, melainkan cara yang lebih disukai seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Pengertian tersebut menggenapi definisi yang disebutkan Kolb (1984) yang menyatakan gaya belajar sebagai kategori yang dikembangkan oleh peneliti pendidikan untuk mengklasifikasikan peserta didik berdasarkan pendekatan mereka dalam memahami dan memproses informasi.Â
Artinya, setiap individu memang memiliki perbedaan secara alami dalam kebiasaan dan pilihan mereka untuk menyerap, memproses, dan mempertahankan informasi dan keterampilan baru. Gaya belajar biasanya merupakan entitas bipolar (misalnya reflektif versus impulsif, acak versus berurutan, induktif versus deduktif), mewakili dua ekstrem dari rangkaian luas yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan potensial sendiri. Kabar baiknya, menurut ahli pendidikan Jay M. Reid (1995), gaya belajar bukanlah mode perilaku yang tetap.Â
Artinya, gaya belajar seseorang menurutnya dapat saja berubah atau termodifikasi berdasarkan situasi dan tugas yang berbeda. Namun, sejauh mana individu dapat memperpanjang atau mengubah gaya mereka agar sesuai dengan situasi tertentu bervariasi.
Secara umum, perhatian peneliti pada gaya belajar dimulai oleh teori psychological typesyang dilempar oleh salah satu murid Freud, Carl Gustav Jung pada tahun 1920-an. Sedangkan dalam bidang pendidikan, menurut Carol Griffith (2012) konsep ini mulai ramai diperbincangkan sejak tahun 1970an.
Guru, apakah harus menuruti gaya belajar siswa?
Implikasi antara gaya belajar dan hubungannya dengan prestasi akademik dalam pendidikan terus saja menjadi kontroversi baik dalam kalangan psikologi maupun dunia pendidikan. Pendukung penilaian gaya belajar dalam pengajaran percaya bahwa gaya belajar dapat diukur dan digunakan sebagai alat pengajaran yang berharga di dalam kelas.Â
Para ahli yang mendukung percaya bahwa dengan mendiagnosis (melacak) gaya belajar siswa kemudian mencocokkannya dengan metode pengajaran akan sangat membantu siswa baik dalam pemahaman maupun partisipasinya di kelas.Â
Sedangkan para ahli lainnya --seperti Daniel Willingham (2005) dan juga Stevan Stahl (1999), tidak kalah sengit menentang dan mengklaim bahwa menyesuaikan instruksi dengan gaya belajar individual siswa tidak menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Dialektika dalam tema gaya belajar seharusnya kita sikapi dengan bijak, pada satu sisi kita bisa menggunakannya sebagai jaga-jaga untuk tidak tergesa-gesa menyalahkan peserta didik, entah itu adalah kita, anak kita atau siapapun saat mereka belum mampu menyerap informasi dan pengetahuan yang telah disajikan dalam proses belajar mereka. Pada sisi lain, kita juga harus menyadari bahwa preferensi gaya tersebut bukanlah pati,atau sesuatu yang tidak lagi bisa berubah.
Intinya tidak ada satu orangpun yang hanya memiliki satu gaya sebagai modal utama mereka untuk belajar. Oleh karena itu penting bagi orangtua dan lembaga pendidikan memperluas kemampuan peserta didik untuk menggunakan sebanyak mungkin gaya belajar. Â Stimulasi dan dukungan terus menerus untuk pelajar merupakan hal yang tak kalah penting untuk membantu seseorang belajar lebih baik. Lagi dan lagi.