Apa yang terjadi kemudian? Saat sedang menusuk ke jantung pertahanan Kambodja pemain kita gagal fokus. Ini adalah aspek kedua PS, yaitu attention focus(AF). AF merupakan kemampuan pemain untuk secara selektif mengarahkan dan mempertahankan perhatian mereka. Seringnya Evan Dimas dkk. Melakukan pelanggaran (20 kali) merupakan bukti konkrit bahwa mereka seringkali gagal fokus, terutama saat kehilangan bola.Â
Tekanan harus menang dan juga kebuntuan saat mengeksekusi taktik merupakan dua hal yang membuat para garuda muda ini (mungkin terpaksa) memilih mengambil keputusan di luar taktikal. Saya katakan di luar taktikal karena sangat aneh bagi tim yang menguasai bola secara dominan, namun di saat yang bersamaan juga menguasai jumlah pelanggaran (20 berbanding 9).
Statistik tersebut merupakan kejadian unik dan sangat jarang terjadi dalam sepakbola. Biasanya, tim yang terus ditekan adalah tim yang banyak melanggar lawannya. Itulah mengapa aspek AF disebut oleh psikolog olahraga sebagai aspek yang sangat menentukan dalam menuntun atlet untuk mencapai puncak performa.
Aspek terakhir dari PS adalah kemampuan mengatur energi (energy management/EM). Manajemen energi merupakan kemampuan untuk mengelola berbagai keadaan perasaan secara efektif (misalnya, gairah, kecemasan, kemarahan, kegembiraan, ketakutan) untuk mencapai titik optimal kemampuan fisik dan psikis.
Dari kesemua aspek PS, EM akan menjadi petanda yang akan paling diingat dalam pertandingan antara Indonesia Vs Kambodja semalam. Mengapa? Karena pada akhirnya pertandingan ini menjadi ajang tawuran antar pemain. Dalam keadaan yang seharusnya memiliki stabilitas emosi lebih baik, justru garuda muda malah terpancing dengan mind gameslawan.Â
Pada salah satu momen (saat Marinus mengejek pemain belakang lawan), malah timnas sengaja memancing emosi lawan. Sayangnya lagi-lagi hal tersebut di luar taktik, sehingga justru mereka gagal gagal mengontrolnya. 5 kartu kuning jelas menunjukkan betapa labilnya para garuda muda saat mengelola emosi mereka. Saya juga masih belum bisa menemukan alasan mengapa pemain kita melakukan ejekan, padahal jelas posisinya adalah sebagai pemenang.Â
Lawannya juga bukan lawan tangguh, bukan juga musuh bebuyutan. Terlepas satu kertu merah yang diterima lawan. Lagi-lagi keunggulan perolehan kartu kuning bagi tim dominan sekaligus pemenang merupakan hal yang jarang terjadi dalam sepakbola.
Permintaan maaf dan modal semifinal
Dorongan untuk menang dan berprestasi dalam sebuah pertandingan akan selalu menghasilkan berbagai emosi yang kuat. Pemain profesional dituntut untuk dapat mengelola emosi tersebut selama pertandingan untuk mendapatkan energi optimal. Dalam atmosfer kompetitif, mengelola energi negatif akan menjadi kunci untuk bukan hanya menaklukkan lawan, namun juga mengendalikan diri sendiri.Â
Legenda headbutt maestro sepakbola Zidane merupakan bukti sahih pertempuran pengelolaan energy negatif. Sialnya, pria yang sekarang melatih Real Madrid tersebut harus bertekuk lutut dihadapan Marco "Matrix" Materazzi dalam sebuah pertempuran emosi. Matrix dengan jitu memanfaatkan kondisi PCS dan AF Zidane saat itu untuk memenangkan EM. Dia sanggup mengontrol (dengan memprovokasi) sang maestro dengan kemarahannya sendiri.
Kompetisi atau kejuaraan merupakan jalan panjang. Saya berharap timnas kita tidak menghamburkan energi di jalanan. Jika targetnya adalah juara, harusnya pemain mafhum dan mampu menyerap rumus V = PCS + AF + EM di setiap pertandingan. Lupakan segala bentuk kemudahan berbuat brutal yang bisa dilakukan dalam liga Indonesia.