Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Menolong Anak saat Mereka Marah

9 Agustus 2017   11:18 Diperbarui: 10 Agustus 2017   08:17 2497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Depositphotos

Sudah kita selesaikan bahwa marah adalah emosi, dia jelas alamiah. Cara atau metode kita dalam ekspresi kemarahan yang seringkali menjadikan labelnegatif bagi marah. Pertanyaannya adalah apakah terdapat pilihan ekspresi marah yang lebih adaptif? Saya menyebut adaptif karena emosi kita akan selalu berhubungan dengan lingkungan, sehingga butuh adaptasi. Bukankan sesuatu yang adaptif lebih diterima di lingkungan?

Mari kita telusuri alur ekspresi kemarahan dari akarnya, yaitu saat masa anak-anak. Acapkali anak-anak mengadopsi atau belajar dari orang dewasa dalam kehidupan mereka bahwa agresi (seperti berteriak, menyebut nama, mempermalukan, atau melakukan kekerasan fisik) adalah strategi untuk mengekspresikan kemarahan. 

Perilaku agresif yang mereka lihat secara langsung ataupun melalui media telah mengajari anak-anak bahwa perasaan sesaat mereka lebih penting daripada hak orang lain. Dalam keadaan frustrasi mereka bebas untuk bertindak atas perasaan mereka terhadap orang lain, tidak peduli apa dampaknya.

Mungkin kita telah berusaha menjadi contoh yang baik, dengan berusaha menekan tindakan agresif di rumah. Tapi jangan lupakan juga, kebanyakan dari kita memilih titik ordinat berseberangan dengan tindakan agresif dengan menekan sama sekali ekspresi kemarahan. Dengan dalih sebagai tindakan ke-timur-an, kita menerapkan standar kesempurnaan. Sama sekali tidak boleh marah. Karena maraah adalah buruk, perilaku syetan, masuk nerakaa dan lain sebagainya. 

Kita memaksa anak-anak kita untuk terus menekan emosi marah dan menyembunyikan dari orang lain. Berbagai penelitian menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang "emosional" seperti ini belajar sejak usia dini untuk menyembunyikan atau menyangkal perasaan alami mereka. Menekan dan menyembunyikan kemarahan mungkin tampak jauh lebih baik daripada ekspresi agresif, namun bukanlah cara yang tepat.  

Emosi yang terus ditekan (represi) akan berdampak saat mereka beranjak dewasa dan berhubungan dengan banyak dimensi kemanusiaan. Penelitian dengan gamblang menyebutkan bahwa depresi adalah salah satu jenis gangguan sebagai represi emosi, atau melakukan perilaku agresi yang bersifat pasif untuk menyakiti orang lain dengan cara tersembunyi (sekaraang banyak dilakukan melalui media sosial/internet).

Bagaimana membedakan ekspresi marah yang sehat dengan yang tidak sehat?

Kemarahan yang sehat (adaptif) ditandai dengan komunikasi asertif. Saat marah, seseorang dikatakan sehat apabila dia mengekspresikan dengan jujur, secara langsung dan jelas kepada orang lain apa yang terjadi dan telah mengganggu mereka. Mereka mengakhiri kemarahannya dengan mengajukan permintaan spesifik kepada orang lain untuk mengubah perilakunya (yang menjadi sumber frustrasi mereka) atau untuk memperbaiki kesalahannya. Itulah komunikasi asertif. Suatu kemampuan untuk menyampaikan pesan terkait apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain.

Membedakan ekspresi kemaraahan yang adaptif dengan yang tidak sehat tentu hal yang mudah. Saat anak kita memilih tindakaan-tindakan agresif dan langsung, jelas dia tengah terjebak dalam marah yang tidak sehat. Hal lainnya yang juga tidak sehat adalah saat anak-anak kita dengan sadar justru menghindari dan menjauhkan diri mereka dari sumber kemarahannya secara terus menerus. 

Keadaan menghindar biasanya sering terjadi dalaam lingkungan di luar, karena mereka merasa terancam jika mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang lain. Misalnya, di lingkungan sekolah, anak (pelajar) sering tidak memiliki kekuatan sosial untuk bisa 100% jujur dan tegas dengan guru yang (menurut mereka) telah memperlakukan mereka secara tidak adil.

Kemarahan yang bermasalah terjadi ketika seseorang (dengan kemarahannya) melanggar hak orang lain melalui semacam agresi fisik, pelecehan verbal, atau sarana lain untuk membalas dendam. Kemarahan yang bermasalah adalah tentang bagaimana seseorang membuat orang lain (sumber frustrasi) untuk merasakan frustrasi yang sama dengan dirinya atau bahkan lebih buruk. Jelas kemarahan jenis ini dengan marah yang sehat, adaptif dan konstruktif, yaitu kemarahan yang berusaha mencari sumber marah dan menyelesaikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun