[caption id="attachment_364859" align="aligncenter" width="300" caption="Canting, wajan, lilin cair dan kompor kecil perlengkapan batik (Dok. Pribadi)"][/caption]
Sebagai kaya seni, batik memiliki proses panjang penciptaan. Terlebih proses penciptaan klasik dengan warna alami dan mengkombinasikan lebih dari dua warna dalam satu helai kain. Minimal terdapat 12 proses dalam pembuatan satu helai kain batik, seperti berikut:
1.Memotong kain. Memotong kain merupakan prosesi pertama dalam membatik. Bahan kain untuk batik (mori) masih berbentuk piece (gebokan) dipotong menurut panjang kain yang akan dibuat (misalnya untuk jarik) lalu dijahit ujungnya (dilipit) supaya benang-benang yang paling tepi tidak lepas.
2.Ngeteli. Salah satu proses tradisional yang masih kita pertahankan dalam tekhnologi membatik adalah ngeteli. Proses ini biasanya memakan waktu sampai kurang lebih 15 hari. Proses ngeteli sendiri terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu:
a.Kain di ulami dengan minyak jarak yang telah direbus dengan costic soda
b.Dijemur dan diulemi sebanyak 2x sehari yaitu pagi dan sore
c.Hari ke 15 kain melalui proses pelorotan dengan air panas
d.Digirah/dicuci ;Prosesi tersebut bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang terdapat pada serat kain (kecuali sellulosa) seperti lemak dan minyak, karena lemak kapas menghalangi penyerapan zat warna
3.Nganji. Penganjian dilakukan bertujuan untuk menjaga agar susunan benang tidak berubah dan stabil sehingga malam tidak menembus serat. Dan akan mempermudah proses penghilangan malam (nglorod).
4.Ngemplongi. Ngemplongi atau pengemplongan yaitu meratakan/menghaluskan permukaan kain mori yang akan di batik dengan jalan dipukul “berulang”.
5.Nyipati. Proses nyipati merupakan prosesi awal kain sebelum pemberian pola, yaitu kain diberi garis untuk pinggiran. Tujuannya adalah sebagai batasan hiasan pada kain/batasan pola.
6.Molo/nglengkreng. Molo atau memberi pola pada kain. Pola pertama yang dipakai dalam motif ini adalah nglengkreng putihan banggede atau pola bunga besar.
[caption id="attachment_364850" align="aligncenter" width="300" caption="Pemberian Pola (Dok. Pribadi)"]
7.Nerusi. Proses nerusi adalah proses penghalusan pola kain bagian dalam/belakang hingga pola yang dibuat terlihat tembus. Tujuannya adalah pola dan warna bagian depan dan belakang kain sama.
[caption id="attachment_364852" align="aligncenter" width="300" caption="Nyanting/Menutup Pola dengan Lilin (Dok. Pribadi)"]
8.Medel. Medel adalah memberi warna pada kain setelah ditulis. Medel dilakukan dengan cara celupan atau mencelupkan kain pada zat warna. Dulu warna didapat dari ekstrak akar ataupun daun tumbuh-tumbuhan, namun sekarang menggunakan zat warna kimia seperti indigo sintetis dan zat warna naphtol
[caption id="attachment_364854" align="aligncenter" width="300" caption="Medel/Pewarnaan (http://dedotblog.wordpress.com/2011/05/25/menengok-batik-di-laweyan/)"]
9.Nglorot. Proses ini disebut juga mbakar (membakar) ialah menghilangkan seluruh lilin dengan cara memasukan kain kedalam air mendidih.
[caption id="attachment_364855" align="aligncenter" width="300" caption="Nglorot/Melunturkan lilin (http://batiktradisi.blogspot.com/2011/04/trik-nglorotngebyok-batik.html)"]
10.Nyutiki. Menutup warna kain yang dikehendaki untuk kemudian ditumpangi warna lain yang dikehendaki.
11.Nemboki. Nemboki juga merupakan proses melukis kain setelah pemberian warna pertama, yaitu menutup pola warna yang sudah didapat. Canting yang digunakan adalah canting Tembokan. Jika satu warna, proses ini tidak dilakukan, namun jika lebih dari satu warna, proses ini akan diteruskan lagi dengan proses nglorot dan nyukiti
12.Lipet & ngemplongi. Prosesi terakhir, yaitu meratakan/menghaluskan permukaan kain batik yang sudah jadi dengan jalan dipukul “berulang” kemudian dilipat/dikemas untuk pemasaran.
Setiap proses dilakukan dengan teknik dan perhatian penuh, namun juga sekaligus ketulusan dan keikhlasan. Mengingat jika satu proses tidak terlewati dengan baik, maka proses selanjutnya tidak akan maksimal. Misalnya saja, jika pada proses ngeteli kain tidak dilakukan dengan maksimal, maka proses selanjutnya pola yang akan dibentuk tidak akan maksimal. Ngeteli sangat berpengaruh pada kepadatan susunan kain serta kemampuan kain menyerap warna dan malam (lilin). Begitu pula prosesi yang lainnya. Itulah mengapa proses pembuatan batik tidak bisa dipaksakan atau dipercepat jika menginginkan kualitas batik yang optimal.
Rumit dan indahnya batik inilah yang kemungkinan digunakan sebagian masyarakat sebagai petanda dan lambang kehidupan.
Lasem dan sekitarnya, daerah pesisir pantai utara (pantura) Jawa, dahulu seorang anak laki-laki mendapatkan hadiah sarung batik Lasem saat mereka khitan. Sarung batik merupakan hadiah wajib yang diberikan orang tua di pesisir pantura sekaligus bukti bahwa anak mereka telah melewati masa kanak-kanak dan memasuki masa genting kehidupan, yaitu remaja. Alhamdulillah saya masih merasakan nuansa tersebut, meskipun dulu orang tua tidak memiliki uang berlebih untuk membeli dua sarung batik Lasem (karena saya khitan berbarengan dengan adik). Tapi tetap saja beliau membelikannya, demi perlambang dan internalisasi nilai kebudayaan.
[caption id="attachment_364857" align="aligncenter" width="300" caption="Batik Empat Negri khas Lasem sebagai hadiah khas khitan (Dok. Pribadi)"]
Cerita saya diatas menggambarkan batik sebagai bentuk sekaligus lambang budaya. Leluhur mengajarkan pada kami bahwa batik merupakan warisan budaya yang menandai setiap langkah perkembangan kehidupan. Anak menuju remaja (dalam khitan), remaja menuju dewasa (dalam pernikahan) dan sebagainya.
Jadi bukan hanya masalah batik merupakan seni rumit dengan proses penciptaan panjang, namun juga masalah perlambangan memasuki jenjang kehidupan. Itulah mengapa kami menghargai batik dengan harga diatas rerata harga kain lainnya. Mungkin itu sama dengan kain khas kebudayaan lain, seperti songket, tenun, rajut dan lainnya. Dari sini saja sekali lagi saya menegaskan bahwa bagi kami batik adalah karya seni dengan proses, bukan cetak, blok, apalagi sablon. Batik mengidentifikasi diri kita sebagai Indonesia, dengan mengenakannya kita telah mengIndonesia
Jadi sudahkah anda memiliki batik tulis?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H