PENYESUAIAN PESAN
Kebanyakan buku tentang public speaking menetapkan berbagai macam jenis pidato yang berbeda untuk para pendengar dan tujuan yang berbeda. Ada beragam cara bagi seseorang dalam mempersiapkan pidato yang bertujuan untuk memberikan informasi, membujuk, dan menghibur. Pilihan bahasa, jenis pesan, dan sifat umum dari pidato tersebut harus disesuaikan dengan pendengar tertentu.
Sebuah pidato yang disesuaikan akan menjadi lebih efektif daripada yang tidak disesuaikan dengan pendengar tertentu. Beberapa pengarang tetap menyatakan bahwa sebuah pidato sebagian dapat disesuaikan sebelum pidato maupun selama pidato itu disampaikan. Analisis penonton yang dilakukan oleh pembicara akan memberikan sebuah titik awal untuk memahami pemahaman; dan sekali pendengar mulai bereaksi terhadap pidato ini, dia akan membuat penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Seorang pembicara seharusnya dapat menyesuaikan tanggapan-tanggapan penonton dan mengubah pesannya sesuai dengan itu.
Kesulitan yang dihadapi oleh semua generalisasi di atas adalah bahwa mereka menerima sedikit kajian sistematis. Bagaimanakah seseorang menyesuaikan pidatonya? Hal-hal khusus apa yang seharusnya dilakukannya? Variabel-variabel apa yang berdampak pada seorang pendengar? Jika situasinya terlalu formal dan “kaku”, haruskah pidato seorang komunikator menyimpang dari naskahnya dan menyampaikan kata-katanya tanpa persiapan? Apapun taktiknya, dia harus berkonsentrasi pada bagaimana pendengar akan merasakan usaha-usaha penyesuaian tersebut. Laki-laki pada gambar 1 secara jelas berpikir bahwa penonton akan melihat “pidatonya yang tanpa persiapan” sebagai keunggulan bagi “pidato resminya”.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wenbug secara langsung berhubungan dengan beberapa pertanyaan-pertanyaan penyesuaian pesan. Subyek-subyek dalam penelitian tersebut diberikan tiga jenis pesan tentang sebuah mata kuliah persuasi di kampus. Beberapa subyek diberikansebuah “pesan” yang belum sesuai (sebuah gambaran sebenarnya dari mata kuliah persuasi), sedangkan yang lain diberi sebuah pesan yang “agak sesuai” (yang menunjukkan mengapa para siswa secara umum akan mengambil persuasi), dan para siswa sisanya diberikan sebuah “pesan yang sesuai” (yang menekankan mengapa para siswa dalam mata kuliah saat itu harus mengambil mata kuliah persuasi). Pesan-pesan tersebut kemudian disesuaikan untuk para siswa dengan mengacu pada keanggotaan kelompok. Akan tetapi selama penelitian ditemukan bahwa para siswa merasakan tingkat penyesuaian yang berbeda daripada apa yang diharapkan. Para siswa kemudian diklasifikasikan menurut bagaimana mereka merasakan jumlah penyesuaian pesan. Salah satu dari penemuan-penemuan prinsip dalam penelitian tersebut adalah bahwa persepsi-persepsi atas kredibilitas sumber menentukan persepsi-persepsi penyesuaian. Ini menjadi dasar untuk dilaksanakannya penyelidikan sebagai tindak lanjutnya.
Wenburg dan Miller selanjutnya menunjukkan apa yang ada dalam penelitian Wensburg. Jika sebuah pesan diberikan oleh sumber yang sangat terpercaya, para penerima merasakan ini sebagai yang disesuaikan, bahkan jika ini tidak memiliki acuan pada kelompok keanggotaan mereka. Dan, sebuah pesan “yang sesuai” yang diberikan oleh sumber yang tidak terpercaya dirasa kurang sesuai daripada sebuah pesan “yang sesuai’ yang disampaikan oleh sumber yang sangat terpercaya. Dalam kedua penelitian tersebut, efek-efek kredibilitas menghapus usaha-usaha penyesuaian pesan. Jika anda adalah orang yang kurang terpercaya bagi pendengar, usaha-usaha anda untuk menyesuaikan pesan anda akan tidak diketahui. Sebagai contoh, jika anda bertransaksi dengan orang lain dia akan merasa pesan anda lebih sesuai dengannya jika dia percaya anda sangat terpercaya daripada jika anda merupakan orang yang kurang terpercaya. Pesan-pesan yang dirasakan sebagai “sesuai”, tidak masalah di bidang apa anda bertransaksi, akan lebih efektif daripada pesan-pesan yang dirasa “tidak sesuai”. Sayangnya, penelitian yang memadai belum dilaksanakan sehingga sebuah daftar teknik-teknik penyesuaian dapat disusun. Akan tetapi kita dapat mengatakan jika anda merasa sebagai orang yang sangat terpercaya, usaha-usaha anda untuk diperhatikan orang lain dan untuk memberlakukan pernyataan-pernyataan anda padanya mungkin akan dihargai dan efektif. Sebaliknya, jika anda dirasa kurang terpercaya, anda harus bekerja sangat keras agar pesan anda dianggap sesuai.
KETIDAKCOCOKAN PESAN
Jika anda akan menampilkan sebuah pesan ajakan bagi seorang pendengar dan anda tahu posisi pendengar pada isu tersebut: dimanakah posisi anda seharusnya agar mendapatkan efek maksimum? Haruskah anda menggambarkan posisi anda dekat dengan posisi mereka sebisa yang anda lakuakn, setipis mungkin ketidakcocokan (perbedaan), atau sejauh mungkin dari posisi mereka? Semakin tidak cocok pesan anda, semakin ini dinilai kurang adil, kurang logis, kurang gramatikal, dan kurang menarik. Sesaat pesan anda semakin menjauh dari posisi pendengar, efeknya akan menurun.
Seiring dengan penyesuaian pesan, kredibilitas yang dirasakan dari sumber yang menyampaikan pesan mempengaruhi dampak pesan. Jika sumber tersebut sangat terpercaya, dia dapat mendukung sebuah posisi yang lebih jauh yang dipindahkan dari sebuah posisi penerima daripada yang dapat dilakukan oleh sumber yang kurang terpercaya. Akan tetapi, dalam kedua kasus tersebut terdapat batas-batas tingkat perbedaan posisi para penerima yang dapat memberi toleransi dan masih bisa dibujuk. Jika melewati batas-batas tersebut, para penerima akan menolaj pesan, mendiskreditkan sumber, dan tidak terbujuk. Sayangnya, kita tidak dapat menentukan batas-batas keefektifan apa untuk sebuah pidato tertentu dalam situasi tertentu. Akan tetapi jika sebuah sumber tidak ditentukan tentang apakah “kuat” dan menampilkan sebuah posisi ekstrim, atau menmperkeras pandangan-pandangannya, jawabannya mudah. Pesan yang tidak cocok dalam banyak kasus akan berdampak pada perubahan sikap penerima daripada sebuah pesan yang ekstrim.
Sebagian besar dari kita tampak memahami bahwa sebuah pesan yang kurang sesuai lebih tepat dan efektif daripada sebuah pesan yang sangat tidak sesuai, khususnya dalam komunikasi antar personal. Biasanya, ketika kita akan bertemu dengan seseorang dan mengambil “garis keras” pada sebuah isu, sekali kita setuju pada orang lain, kita memperlunak posisi kita dan memiliki pendirian yang kurang ekstrim. Keberadaan orang lain atau orang-orang yang mempengaruhi kita dan kita menyadari bahwa mengambil posisi yang ekstrim tidaklah tepat dan tidak pula efektif. Oleh karena itu, dalam transaksi-transaksi personal kita, kita dapat mempengaruhi orang lain atau lebih banyak orang jika posisi kita pada isu tersebut berbeda akan tetapi tidak bila posisi kita sangat berbeda dengan posisi mereka.
VARIABEL-VARIABEL PESAN YANG BERKAITAN
Ada banyak variabel-variabel pesan lain. Sebagai contoh, gaya bahasa mungkin memiliki beberapa dampak tentang bagaimana sebuah pesan diterima. “Burung-burung dalam kawanannya” memberi banyak kesan yang berbeda daripada sekedar mengatakan “spesies unggas dari burung yang sama yang biasanya berkerumunsedekat mungkin.” Jika cocok dengan situasinya, penggunaan metafora dapat meningkatkan keefektifan pidato. Dalam sebuah penelitian, sebagai contoh, frasa-frasa “ rekaman pembicaraan adalah sebuah jendela satu arah”, “telepon adalah sebuah kotak pengakuan”, dan bahasa metaforis yang sama yang meningkatkan keefektifan dari sebuah pidato ajakan pada rekaman pembicaraan telepon.
Ketika menyajikan sebuah pendapat, seseorang memiliki sebuah pilihan atas bahasa”dogmatis” dan “bukan dogmatis”. Katakanlah “Saya percaya bahwa Amerika Serikat seharusnya menarik pasukannya dari Vietnam,” adalah penggunaan bahasa bukan dogmatis, sedangkan “hanya seorang penghasut perang yang akan menentang penarikan pasukan Amerika Serikat dari Vietnam,” adalah dogmatis. Sebuah pernyataan dogmatis tidak hanya menyatakan posisi anda, akan tetapi menolak posisi-posisi orang-orang yang tidak setuju dengan anda. Jika pendengar anda bersikap netral terhadap isu tersebut, anda dapat mengubah sikap-sikap mereka dengan menggunakan argument-argumen dogmatis. Akan tetapi jika para anggota pendengar menentang posisi anda, menggunakan bahasa dogmatis kurang efektif daripada bahasa non dogmatis. Ketika pendengar memiliki pandangan-pandangan yang menentang pandangan anda, “kuatlah” dan menggunakan bahasa dogmatis hanya akan menjauhkan mereka dan menyebabkan kurangnya peralihan sikap daripada sebuah pendekatan yang lebih lunak.
Variabel-variabel pesan dapat menerima penelitian yang lebih luas di masa mendatang. Karena pesan adalah unsur yang mengikat dalam sebuah komunikasi lintas aksi, peran intinya selanjutnya harus dicapai. Pada poin ini, seseorang mungkin berkata bahwa sebuah sumber akan menjadi lebih efektif jika (1) para penerima berpikir dia telah menyesuaikan pesannya untuk mereka, (2) dia mendukung sebuah posisi tidak sepenuhnya berbeda dengan mereka, (3) menggunakan bukti, (4) menggunakan daya tarik kekhawatiran yang tinggi jika dia sangat terpercaya dan menggunakan daya tarik kekhawatiran yang rendah jika dia merupakan orang yang kurang terpercaya, (5) menyajikan pesan dua sisi, (6) menarik kesimpulan daripadamenyisakan kesimpulan kepada pendengar, (7) menciptakan sebuah kebutuhan untuk sebuah solusi sebelum menyajikannya. (8) menggunakan bahasa yang tepat, dan (9) menggunakan bahasa dogmatis hanya ketika dia sedang berkomunikasi dengan orang-orang yang baik sudah setuju dengannya ataupun orang-orang yang tidak memiliki pendapat yang kuat.
Ingatlah bahwa penemuan-penemuan penelitian pada dampak variabel-variabel pesan kebanyakan ditemukan dalam bidang public speaking. Akan tetapi, sebagaimana telah kita nyatakan, banyak prinsip dapat diterapkan ke bidang lainnya dari proses komunikasi personal. Dengan mengabaikan bidang komunikasi, kapanpun seseorang memberi kode pesan, variabel-variabel pesan dapat berlaku. Pesan-pesan lisan, apakah direncanakan sebelumnya maupun spontan, dapat dianalisa. Sebuah kesadaran memberi kode pilihan-pilihan yang kita buat dan sebuah pemahaman dari efekefek unsur-unsur pesan akan membantu kita dalam seluruh komunikasi trans-aksi.
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafid, Prof. Dr. H. MSc. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin, Drs. MSc. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susanto, S. Astrid. Phil. Drs. 1976. Filsafat Komunikasi. Bandung: Binacipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H