Mohon tunggu...
Akhmad Khusaini
Akhmad Khusaini Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Hukum UI 2001 Komunitas pencinta Budaya dan Sejarah Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Senator Lampung Dalangi DPD RI Gagal Pahami Masalah Aset BUMN

15 Februari 2019   06:51 Diperbarui: 15 Februari 2019   07:14 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi DPD Harus Taati Hukum yang Berlaku

Untuk memantapkan fakta yang kami kumpulkan, Kamis malam kami menghubungi salah satu pakar ahli Hukum Sejarah disalah satu perguruan tinggi ternama untuk mendapatkan keterangan yang valid. Berdasarkan pendapat pakar hukum tersebut Kraton Kasepuhan itu sudah tidak memiliki kekuasaan lagi, satu-satunya yang masih memiliki kekuasaan adalah Kraton Kasultanan Yogyakarta.

Ia juga mempertegas bahwa jangankan Kasepuhan Cirebon, Keraton Kasunanan Surakarta pun saat ini sudah tidak memiliki kekusanaan.

Dari keterangan tersebut menambah keyakinan saya ingin menyampaikan curhatan penuh fakta ini, sehingga kembali saya menghubungi rekan wartawan saya untuk menanyakan apa pendapat lain anggota DPD RI asal Lampung tersebut.

Berdasarkan informasi dari rekan saya dan mengkutip dari berbagai media pemberitaan menyebutkan bahwa DPD mendesak pihak BPN untuk menerbitkan SHM, namun anehnya perbuatan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

Harusnya selaku anggota DPD RI memahami aturan dan langkah hukum yang harus ditempuh, sebagai anggota DPD harusnya memberikan saran terbaik bukan malah menghakimi dan seolah-olah melakukan persekusi terhadap berbagai pihak yang ada.

Berdasarkan aturan yang ada sertifikat yang telah dikeluarkan oleh BPN yang merasa diragukan atau ada cacat hukum harusnya pihak yang merasa dirugikan melakukan gugatan PTUN. Yang saya dan temen-temen komunitas takutkan adalah dibalik perbutan ini ada unsur politik dibaliknya karena AS juga memanfaatkan isu serupa untuk menarik simpatisan warga Lampung dalam pemilu April mendatang.

Kesalahan fatal yang sering diucapkan oleh salah satu anggota DPD RI tersebut adalah berdasarkan Undang-Undang Perkeretaapian tanah yang menjadi hak milik PT. KAI hanya 6 meter kiri dan kanan rel.

Secara logika kalau memang hak tanah milik PT. KAI hanya 6 meter kiri dan kanan rel lalu stasiun kereta itu milik siapa, tentunya setiap stasiun memiliki luas yang lebi dari 6 meter dong, dari situ kami menelusuri berapa meterkah tanah milik PT. KAI?

Akhirnya kami membuka aturan UU tentang perkeretaapian, dari lembar demi lembar kami membacanya tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa tanah milik PT. KAI (Persero). Yang berhasil kami temukan adalah Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

Namun dalam PP No. 56/2009 tersebut tidak ada menyebutkan tentang kepemilikan atau hak pakai yang atas perusahaan PT. KAI.

"Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun